Mohon tunggu...
Alexander Arie
Alexander Arie Mohon Tunggu... Administrasi - Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Penulis OOM ALFA (Bukune, 2013) dan Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Dapat dipantau di @ariesadhar dan ariesadhar.com

Selanjutnya

Tutup

Bola

Charles Aranguiz, Sang Spesialis Adu Penalti

28 Juni 2016   00:46 Diperbarui: 28 Juni 2016   01:08 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: ahoranoticias.cl


Cile, sebuah negeri mayoritas pesisir di Amerika Selatan itu kembali berjaya dalam gelaran Copa America. Pada edisi spesial Centenario--yang di Indonesia ditayangkan oleh Kompas TV--Cile menggunakan konsep dejavu setelah mengalahkan Argentina di final via adu penalti. Cara yang sama persis dengan kemenangan setahun silam.

Walaupun baru lewat setahun, rupanya kedua belah pihak melakukan pembenahan, meski tidak mendasar-mendasar amat, misalnya adalah menghilangnya nama Matias Fernandez dan munculnya nama Edson Puch. Demikian pula hilangnya nama Martin Demichelis, digantikan perumput Premier League lain dalam diri Ramiro Funes Mori. Sisanya masih sama, termasuk duet yang gagal penalti setahun silam--Gonzalo Higuain dan Ever Banega--masih ada di lapangan, meski lantas diganti kemudian.

Bicara tentang urutan eksekutor tendangan penalti pun juga berbeda. Dengan skuad yang hampir sama, rupanya daftar eksekutor bisa sangat berbeda. Dari 7 orang yang sempat menendang pada tahun 2015 dan 9 orang yang menjadi eksekutor pada tahun 2016, rupanya hanya ada 3 nama yang sama. Kita tidak lagi melihat nama Fernandez menjadi penendang, pun tidak ada lagi nama Higuain dan Banega karena telah diganti. Istimewanya, dari 3 nama yang tetap menendang pada 2 edisi final itu, 2 gagal. Kedua-duanya adalah eksekutor utama, yakni Arturo Vidal dan Lionel Messi. Artinya, hanya ada 1 orang yang berhasil melalui deraan adu penalti dengan baik dalam dua edisi final Copa America. Siapa dia? Satu nama, kurang dikenal, dan sama-sama menjadi penendang ketiga: Charles Aranguiz.

Lahir pada 17 April 1989, Charles Mariano Aranguiz Sandoval jelas punya darah sepakbola karena ibunya adalah pelatih sepakbola. Aranguiz memulai karier sepakbola di Universidad de Cile sebelum kemudian bergabung dan memulai karier profesional di Cobreloa pada tahun 2006. Aranguiz mulai angkat nama saat bermain bersama Colo-Colo musim 2009/2010 sebelum kemudian semakin besar bersama klub masa kecilnya, Universidad de Cile. Bersama U, Aranguiz meraih gelar Copa Sudamericana 2011. Dua tahun memperkuat klub besar Cile tersebut, Aranguiz lantas bermain bersama Internacional di Brasil. Sama halnya dengan Alexis Sanchez, rupanya Aranguiz juga merupakan investasi bisnis Giampaolo Pozzo. Ya, secara administrasi Aranguiz dimiliki oleh Granada CF, yang bersama dengan Udinese dan Watford menjadi kerajaan bisnis keluarga Pozzo. Agak beda jalur dengan Alexis yang merintis kebintangan bersama Udinese-nya Pozzo.

Selepas sukses menjadi eksekutor penalti versus Sergio Romero setahun silam, Charles Aranguiz bergabung dengan salah satu raksasa Jerman, Bayer Leverkusen. Bayer disebut-sebut mengalahkan Leicester City dalam persaingan mendapatkan Aranguiz. Sayangnya, cedera saat latihan membuat Aranguiz gagal mendapatkan musim yang impresif sedari awal.

Lantas bagaimana musimnya dengan Bayer? Sejatinya tidak buruk karena Bayer meraih posisi 3, alias bisa saja disebut sebagai posisi 2 karena nomor 1 itu sudah hampir pasti punya Bayern Muenchen. Lebih tidak buruk lagi karena ternyata sejak melakoni debut selama 2 menit dalam kemenangan Leverkusen atas Wolfsburg 3-0 pada 1 April 2016, Aranguiz langsung memberikan kontribusi positif.

Dalam pertandingan pertamanya sebagai starter, Aranguiz membantu Leverkusen membabat Eintracht Frankfurt 3-0. Sebagai bonus, Aranguiz membukukan assist pertamanya. Sejak itu, Aranguiz langsung memesan tempat di starting line-up Leverkusen hingga musim berakhir. Aranguiz bahkan menyumbangkan 2 gol, masing-masing saat Leverkusen kalah 2-1 dari Gladbach dan menang 3-2 dari Ingolstadt.

Menghabiskan nyaris sepanjang musim di ruang perawatan, Aranguiz rupanya tetap menjadi andalan Cile dalam upaya mempertahankan gelar Copa America. Digantikan pada menit 82 dalam kekalahan dari Argentina 2-1 merupakan satu-satunya pertandingan yang tidak diselesaikan Aranguiz dalam Copa America 2016 ini. Kontribusinya bahkan demikian nyata saat gol cepatnya membawa Cile mengalahkan Kolombia di semi final.

Aranguiz membuktikan kebintangannya dengan pendekatan berbeda. Tampil di 2 final Copa America, dua kali pula menjadi eksekutor penalti ketiga, dua kali pula berhasil. Bahkan Vidal dan Messi-pun gagal melakukannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun