Apa yang dapat diharapkan dari pembuatan ulang sebuah film yang sangat kondang pada zamannya? Tentu saja kualitas. Sayangnya, pembuatan kembali film Naga Bonar menjadi Naga Bonar Reborn lebih ramai di urusan hukumnya, terutama ketika dalam proses pembuatan film, Deddy Mizwar--sang Naga Bonar edisi akhir 1980-an--melancarkan tindakan hukum yang juga dilawan oleh Gusti Randa, pemain sekaligus dedengkot film Naga Bonar Reborn.
Menggunakan pemain-pemain yang cukup berkelas seperti Gading Marten, Citra Kirana, Rifky Alhabsy, Rita Matu Mona, Donny Damara, Roy Marten, hingga yang paling bikin ramai dan sekaligus membingungkan: Puan Maharani, sudah tentu ada harapan tinggi pada film ini.
Harapan yang musnah, kalau menurut saya.
Dibandingkan Naga Bonar terdahulu, 15 menit awal tentu sangat berbeda. Ada faktor cerita masa kecil seorang Naga Bonar yang sebenarnya sangat dramatis di sana. Meski dialog anak-anak Batak terkesan terlalu lambat untuk suatu obrolan anak-anak Batak, tapi penampilan para pemain cilik itu sudah sangat memadai.
Persoalan baru muncul justru di bagian yang paling sulit, yaitu bagian kehidupan Naga Bonar ketika dewasa. Tentu saja ada beban akan dibandingkan dengan film sebelumnya, dan dengan durasi 15 menitan yang sudah diambil untuk masa kecil, sementara durasi yang diharapkan kurang lebih sama di sekitar 100 menit, maka secara terang benderang ada sesuatu yang dikorbankan.
Sesudah besar, Naga Bonar merantau ke Medan dan berbagai peristiwa kemudian membawanya pada posisi sebagai pemimpin pasukan di dalam hutan. Naga yang jarang mandi itu jatuh cinta pada Kirana yang sebenarnya sudah punya kekasih. Kirana sendiri adalah anak seorang dokter pribumi yang berpihak pada penjajah.
Pasca menjadi pimpinan pasukan, Naga membawa serta mamaknya untuk tinggal bersama di kamp pasukannya. Di tempat yang sama juga ada Kirana yang statusnya tawanan perang. Pertempuran sengit terjadi antara pasukan Naga Bonar dengan Belanda karena suatu sebab yang sebenarnya nggak penting-penting amat, tapi ya jadinya cukup seru.
Akhir kisahnya tentu saja sama dengan Naga Bonar yang lama. Dan itu juga jadi masalah dari film ini. Ketika dibandingkan, pasca 15 menit pertama yang cukup ciamik, plot yang dijalankan berjalan begitu cepat. Bahkan saya jadi kurang sepakat pada gelar Naga Bonar sebagai jenderal copet sebab pada film ini Naga Bonar justru tidak pernah mencopet, tapi ya tetap ada pernyataan 'jenderal copet' di dalam film ini.
Padahal, Gading Marten sendiri sebagai Naga Bonar sudah cukup optimal. Kecantikan Citra Kirana juga terpancar maksimal di sepanjang film.Â
Rita Matu Mona juga demikian mencuri perhatian dengan akting yang prima. Tapi apalah artinya akting yang bagus dalam konstelasi karakter yang sebenarnya ikonik ketika plotnya justru bikin penonton bertanya-tanya alih-alih menonton dengan tenang?