Mohon tunggu...
Arie Riandry Ardiansyah
Arie Riandry Ardiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Studi Agama Agama

Suka menulis macem-macem

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Imlek 2025: Menjalin Ingatan, Merangkai Harapan

29 Januari 2025   12:11 Diperbarui: 29 Januari 2025   12:11 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perayaan Hari Imlek 2025 ( Sumber : Kompas.id)


Tahun Baru Imlek selalu menjadi momen yang lebih dari sekadar perayaan. Ia adalah benang merah yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, membawa ingatan yang terus dirajut dalam kebersamaan dan harapan yang disulam dengan doa-doa terbaik. Tahun 2025 pun tidak berbeda: Imlek kembali menjadi ruang refleksi bagi banyak orang, baik mereka yang merayakan secara langsung maupun yang melihat dari kejauhan, mengamati betapa perayaan ini bukan hanya tentang kemeriahan, tetapi juga tentang makna yang lebih dalam.

Menghidupkan Ingatan, Mengenang Akar

Imlek bukan sekadar kalender yang berganti atau pesta lampion yang memenuhi sudut kota. Ia adalah waktu untuk kembali menghidupkan ingatan tentang keluarga, asal-usul, dan nilai-nilai yang diwariskan. Dalam budaya Tionghoa, tradisi selalu menjadi jembatan bagi generasi yang berbeda. Setiap hidangan di meja makan, dari kue keranjang yang lengket hingga ikan utuh yang melambangkan keberlimpahan, membawa kisah-kisah yang diwariskan turun-temurun.

Di tengah arus modernisasi, Imlek juga menjadi momen bagi diaspora Tionghoa untuk menapak tilas perjalanan nenek moyang mereka. Mereka yang tinggal jauh dari kampung halaman, yang mungkin tak lagi berbicara dalam dialek yang sama dengan kakek-nenek mereka, tetap menemukan makna dalam ritual-ritual sederhana: menyalakan hio di altar keluarga, membungkuk hormat kepada leluhur, atau sekadar berkumpul dan berbagi cerita tentang masa lalu.

Harapan dalam Langkah Baru

Namun, Imlek tidak hanya soal nostalgia. Ia juga tentang langkah ke depan, tentang bagaimana harapan dibentuk di tengah perubahan zaman. Tahun Naga Kayu yang menjadi simbol Imlek 2025 dipercaya membawa energi keberanian dan kreativitas. Naga, dalam kepercayaan Tionghoa, bukan sekadar makhluk mitologis yang kuat, tetapi juga simbol kebijaksanaan dan ketangguhan. Harapan-harapan yang diungkapkan dalam doa-doa saat sembahyang bukan hanya untuk keberuntungan, tetapi juga untuk kekuatan dalam menghadapi tantangan hidup.

Bagi banyak orang, tahun baru ini juga menjadi waktu untuk merenungkan pencapaian dan kegagalan, serta merangkai kembali impian yang sempat terhenti. Imlek bukan hanya tentang angpao yang berpindah tangan atau atraksi barongsai yang memeriahkan kota, tetapi juga tentang bagaimana setiap individu menemukan cara untuk memulai babak baru dengan lebih baik.

Merayakan Keberagaman, Menjalin Solidaritas

Di Indonesia, Imlek telah menjadi bagian dari keberagaman yang dirayakan bersama. Sejak ditetapkan sebagai hari libur nasional, perayaan ini bukan hanya milik masyarakat Tionghoa, tetapi juga dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat. Dari kota besar hingga pelosok desa, ornamen merah dan emas menghiasi pusat-pusat perbelanjaan, sementara pertunjukan seni budaya Tionghoa semakin mendapat tempat di ruang publik.

Di tengah situasi dunia yang penuh ketidakpastian, Imlek juga mengingatkan kita akan pentingnya solidaritas. Perayaan ini, dengan segala tradisinya yang berakar kuat pada nilai-nilai kekeluargaan dan kebersamaan, menjadi pengingat bahwa harapan bukanlah sesuatu yang dibangun sendirian. Dalam keberagaman, ada ruang untuk saling menguatkan, untuk membangun harapan yang lebih luas dari sekadar kepentingan pribadi.

Imlek 2025 adalah momen untuk menjalin ingatan dan merangkai harapan. Ia mengajarkan kita bahwa waktu terus berjalan, tetapi nilai-nilai yang diwariskan tetap memiliki tempatnya dalam kehidupan modern. Dari rumah-rumah yang dipenuhi canda tawa keluarga, hingga doa-doa yang dilantunkan di kelenteng-kelenteng, Imlek menjadi pengingat bahwa setiap tahun baru adalah kesempatan untuk tumbuh, untuk memaafkan, dan untuk melangkah dengan lebih bijak. Karena pada akhirnya, harapan adalah sesuatu yang kita bangun bersama, dalam lingkaran keluarga, dalam ruang-ruang kebersamaan, dan dalam ikatan yang melampaui batas-batas budaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun