Pemahaman tentang membela kaum yang tertindas bagi saya bukan hanya sekedar pada komunitas manusia. Karena selain manusia masih banyak mahluk Tuhan yang pelu dibela. Bentuk pembelaan ini menurut saya sebaiknya disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan "pembela".
Empat tahun terakhir ini, saya mentafakuri bahwa lingkungan hidup, tempat di mana manusia tinggal tengah didzolimi secara sadar maupun tidak sadar, pelakunya adalah manusia. Semakin hari lahan hijau terbantai, pohon-pohon ditumbangkan secara paksa tanpa ada kompensasi penanaman kembali. Perusakan lingkungan sedemikian masif, ada yang terencana dan ada juga yang tak terencana. Pola pikir instant dan hanya berpikir untuk kepentingan saat ini membuat banyak orang lupa bahwa mereka tidak bisa lepas dari mahluk lain (seperti tanaman) dalam kelangsungan hidupnya. Negative Impact sudah terasakan, iklim semakin panas, kenyamanan tempat tinggal manusia berkurang, banjir, global warming, mahalnya harga pangan, dan situasi tidak nyaman lainnya terjadi akibat ulah manusia sendiri yang membelakangi, mengkhianati lingkungan hidup tempat di mana manusia tinggal.
Bayangkan jika situasi ini berlanjut, bagaimana kondisi generasi penerus kita selanjutnya?
Sebuah gerakan antisipatif dan edukasi semestinya menjadi prioritas, pendidikan lingkungan hijau semenjak dini semestinya digencarkan oleh pemerintah.
Apakah kita harus menunggu?
Tidak!!!!
Saya dan keluarga saya serta rekan-rekan tengah berupaya untuk memproduksi dan mendistribusikan bibit pohon kurma ke seluruh penjuru Indonesia.
Mengapa pohon kurma?
Menurut saya pohon kurma adalah pohon istimewa yang sudah terbukti mampu bertahan hidup di suhu ekstrim (gurun). Bukankah negara kita juga berpotensi menjadi gurun jika pola pembangunan dan karakter merusak lingkungan senantiasa melekat.
Bukan berarti pohon lain tidak istimewa. Semua pohon istimewa.
Tantangan dalam penghijauan lingkungan sangat besar, dari sisi biaya produksi dan kendala lainnya. Namun kami tetap berusaha maksimal membela lingkungan yang terdzolimi.