Mohon tunggu...
Arie Prasetio
Arie Prasetio Mohon Tunggu... Dosen - Pelajar

Warga Indonesia yang hobi belajar dan berharap bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi umat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Yang Membebaskan: Mengatasi Budaya Bisu Freire Ditengah Krisis Literasi Indonesia

17 Desember 2024   09:40 Diperbarui: 17 Desember 2024   09:39 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Critical consciousness is brought about not through intellectual effort alone, but through praxis — through the authentic union of action and reflection.” (Freire, P. Education for Critical Consciousness, 1974)

Pendidikan Dialogis: Solusi Mengatasi Budaya Bisu

Freire menawarkan pendekatan pendidikan dialogis sebagai solusi untuk membebaskan masyarakat dari budaya bisu. Pendidikan dialogis menempatkan guru dan siswa dalam posisi yang setara, di mana keduanya sama-sama belajar, bertanya, dan berbagi pengalaman. Dengan dialog, siswa tidak hanya menerima pengetahuan tetapi juga diajak untuk menganalisis realitas kehidupan dan merumuskan solusi.

Dalam praktiknya, pendidikan dialogis di Indonesia dapat diwujudkan melalui:

  1. Metode Pembelajaran Berbasis Diskusi dan Refleksi
    Proses belajar harus mendorong siswa untuk bertanya, berdiskusi, dan mengkritisi materi pelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa untuk menemukan pemahaman secara mandiri, bukan sebagai pemberi jawaban mutlak. “There is no such thing as teaching without research and research without teaching.” (Freire, P. Teachers as Cultural Workers: Letter to those Who Dare Teach, 1998)
  1. Mengintegrasikan Isu Sosial dalam Kurikulum
    Pelajaran sebaiknya dikaitkan dengan realitas sosial yang relevan dengan kehidupan siswa. Dengan demikian, mereka dapat memahami persoalan masyarakat dan berpikir kritis untuk mencari solusinya. Misalnya, diskusi tentang ketimpangan sosial, korupsi, atau isu lingkungan dapat menjadi bahan refleksi dalam proses belajar.
    Conscientization occurs when people become aware of the sociopolitical and economic contradictions in their lives and take action against the oppressive elements of their reality. The process of conscientization involves the development of a critical awareness of one’s social reality through reflection and action.” ( Resnick, R.P. Conscientization: an Indigenous Approach to International Social World, 1976)
  1. Mendorong Literasi Digital dan Informasi
    Pada era informasi, penting bagi siswa untuk memiliki kemampuan memilah informasi yang valid dari yang menyesatkan. Pendidikan kritis harus mencakup literasi digital agar generasi muda tidak mudah terjebak hoaks dan propaganda.
    To speak a true word is to transform the world. Education either functions as an instrument which is used to facilitate the integration of the younger generation into the logic of the present system and bring about conformity, or it becomes the practice of freedom, the means by which men and women deal critically and creatively with reality and discover how to participate in the transformation of their world.” (Freire, P. The Politics of Education: Culture, Power, and Liberation, 1985)
  1. Pemberdayaan Komunitas Sekolah
    Sekolah perlu menjadi ruang yang demokratis, dimana siswa, guru, dan orang tua dapat terlibat dalam pengambilan keputusan. Hal ini membantu membangun budaya dialog dan rasa tanggung jawab bersama.

Membangun Kesadaran Kritis untuk Masa Depan Bangsa

Kesadaran kritis yang dibangun melalui pendidikan dialogis bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan literasi, tetapi juga untuk membangun generasi yang reflektif, berani, dan peduli terhadap perubahan sosial. Dengan membebaskan diri dari budaya bisu, masyarakat Indonesia dapat menjadi lebih aktif dalam menyuarakan pendapat dan memperjuangkan keadilan.

Paulo Freire mengajarkan bahwa pendidikan harus mampu membebaskan manusia dari penindasan dan membuka ruang bagi pemikiran yang merdeka. Pendidikan harus menjadi ruang dialog, bukan monolog. Guru harus menjadi fasilitator yang membuka ruang bagi siswa untuk bertanya, berdiskusi, dan berpikir kritis. Materi pelajaran harus dikaitkan dengan realitas sosial sehingga siswa mampu memahami dunia dan berani melakukan perubahan.

Mari kita tinggalkan budaya bisu yang mengekang, dan mulai membangun pendidikan yang membebaskan pikiran, melawan ketidakadilan, dan mendorong perubahan. Krisis literasi bukan hanya persoalan kemampuan membaca, tetapi juga persoalan kesadaran dan keberanian untuk berpikir kritis. Pendidikan yang membebaskan adalah kunci untuk menjawab tantangan ini dan membangun masa depan Indonesia yang lebih demokratis, adil, dan berdaya. (AAO)

Sumber Referensi

Buku

  1. Freire, Paulo. (1970). Pedagogy of the Oppressed.

[ISBN 978-0-8264-1276-8]

  1. Freire, Paulo. (1974). Education for Critical Consciousness.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun