Mohon tunggu...
ariena manasikana
ariena manasikana Mohon Tunggu... -

Im a Woman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Republik Rakyat Cina (RRC) Sebagai Negara Anak Tunggal Perkembangan Psikososial Pada Masa Kanak-Kanak Awal

24 Mei 2015   14:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:39 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perkembangan psikososial anak usia dini, anak akan mulai belajar bagaimana cara berinterkasi dengan sesama. Seperti saudara kandung, saudara anak paman maupun bibi, teman sebaya maupun teman bermain.

Adapun dalam perkembangan psikososial anak, perkembangan gender adalah salah satu hal yang harus diperhatikan dan dipelajari. Di dalam perkembangan gender ada tiga identitas gender yang berkaitan dengan pengalaman dan harapan dari anak tersebut. Identitas tersebut adalah peran gender sebagai perilaku, keterampilan serta kepribadian tempat budaya dalam membedakan laki-laki dan perempuan, tipe gender sebagai proses sosialisasi saat anak yang mempelajari peran gender yang sesuai seperti feminim, maskulin dan lain-lain, dan yang terakhir adalah stereotipe gender yaitu generalisasi prasangka tentang perilaku laki-laki atau perempuan sebagaimana yang selama ini dinggap sebagai suatu anggapan tertentu.

Dengan adanya stereotip gender ini kebanyakan orang menganggap bahwa anak tunggal atau anak anak yang tidak mempunyai saudara kandung memiliki perilaku manja, tidak bisa hidup mandiri yang artinya selalu bergantung dengan orang alain, cenderung egois, kesepian, dan kurang dapat membuat penyesuaian tepat dengan lingkungan sekitar.

Walapun begitu, suatu analisis dari 115 studi memngkiri hal tersebut. Dalam pencapaian pekerjaan dan akademis dan intelegensi verbal, anak tunggal lebih baik daripada anak yang memiliki saudara. Anak tungal lebih cenderung termotivasi untuk mencapai sesuatu dan memilki harga diri yang lebih baik. Mungkin dalam hal ini dapat diperkirakan bahwa anak tunggal akan mendapat pengasuhan yang lebih efektif dibandingkan anak yang mempunyai saudara, artinya orang tua kan selalu focus dengan anak tunggal, lebih banyak berbicara dengan mereka dalam hal bimbingan dan pengasuhan, melakukan banyak hal dengan mereka dan juga berharap lebih dari mereka, begitu juga sebaliknya, mereka juga akan menyadari bahwa anak tunggal adalah harapan satu-satunya orang tua yang akan menimbulkan sikap percaya diri, dan lbih berusaha lebih baik dibandingkan anak lainnya.

Penelitian ini dibuktikan di China yang telah menghasilkan temuan besar yang mendorong hasil baik anak tunggal. Di tahun 1979 untuk mengontrol lonjakan populasi, pemerintah China menetapkan secara resmi kebijakan untuk membatasi keluarga dengan satu anak. Walaupun kebijakan ini tidak lagi terlalu kaku dijalankan, banyak warga di perkotaan yang memiliki anak tunggal, sedang keluarga di pedesaan memilikianak tidak lebih dari dua orang (Hesketh, Lu, & Xing, 2005).Tapi berbeda dengan dulu, dalam penerapan kebijakan ini pemerintah sangatlah ketat hingga banyak terjadi kekerasan seperti aborsi bahkan penelantaran anak, adapun jika terdapat keluarga lain yang tidak bisa mempunyai anak, anak dari keluarga lain bisa langsung diganti asuhkan oleh keluarga tersebut, jadi tak heran jika kebijakan ini tidak terlalu diperketat lagi karena perlakuan pada masa dulu yang bisa dibilang kejam.

Jadi, di banyak kota di China, ruang sekolah penuh terisi dengan anak yang tidak memilki saudara. Situasi ini memberikan kemungkinan para peneliti melakukan penelitian secara alami: suatu kesempatan untuk mempelajari penyesuaian jumlah yang besar dari anak tunggal.

Kajian literatur menemukan tidak terdapat perbedaan yang terlalu signifikan antara anak tunggal dengan anak yang memiliki saudara (Tao, 1998). Memang anak tunggal tampaknya berbeda kemajuan psikologis dalam kelompok sosial yang mendukung dan memebrikan hadiah padan yang seperti ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun