Mohon tunggu...
Jagarin Pane
Jagarin Pane Mohon Tunggu... Penulis - Wiraswasta

Lulusan S2, punya hobby menulis, termasuk menulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rafale, Diplomasi Militer Dilarang Melarang

11 Mei 2024   11:38 Diperbarui: 11 Mei 2024   11:42 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia dan Perancis membuat Februari ini terasa segar bugar dan ceria di mata netizen forum militer tanah air. Kamis 10 Februari 2022 ditanda tangani kerjasama militer pengadaan alutsista terbesar dan termegah. Sampai-sampai AS tidak sampai duabelas jam kemudian mengumumkan persetujuan buru-buru kesediaan menjual 36 jet tempur F15 varian terkini kepada Indonesia. Maka secara terang benderang dalam satu hari ada dua berita militer spektakuler yang mencengangkan kawasan Indo Pasifik termasuk China yang menjadi sebab musabab utama upaya penguatan signifikan alutsista TNI.

Ya, China telah mengusik harga diri teritori NKRI, dengan mengeklaim zona ekonomi eksklusif (ZEE) Laut Natuna Utara (LNU), mengerahkan sejumlah kapal coast guard dan kapal perang berulang kali, show of force. Kemudian melakukan psywar terhadap pengeboran Migas di ZEE LNU dengan "nungguin" pekerjaan pengeboran berbulan-bulan. Dan yang terakhir ini yang paling menyesakkan, melalui nota diplomatik China melarang Indonesia melakukan pengeboran atau aktivitas apapun di LNU yang di "nine dash line" kan nya. Karena ini halaman rumah kita, nota diplomatik tidak kita gubris. Jawaban kita sangat tegas dengan bahasa militer, dilarang melarang. Indonesia mengerahkan sejumlah kapal Bakamla dan KRI ke lokasi pengeboran dan yang terakhir ini shopping besar-besaran untuk investasi pertahanan pengadaan alutsista gahar dari Perancis dan AS.

Menteri pertahanan Perancis Florence Parly yang cantik,mungil dan imut disambut hangat di Jakarta lalu sowan ke Presiden Joko Widodo. Selanjutnya bersama Menhan RI bergerak ke Medan Merdeka Barat untuk menyaksikan sign kontrak pengadaan alutsista milyaran dollar yaitu 42 jet tempur canggih Rafale dan infrastruktur pendukungnya, 2 kapal selam Scorpene, satelit militer dan lain-lain. Publikasi penandatanganan ini terang benderang dan cepat menyebar sampai Pentagon. Maka tak lama kemudian tersiar pengumuman persetujuan pengadaan 36 jet tempur canggih F15 ID dari pemerintah AS. Sebuah episode sehari penuh yang pasti mencengangkan China. Betapa gagahnya Indonesia untuk berupaya mengibarkan bendera "dilarang melarang".

"Drama" ini mengingatkan kisah nyata sebelumnya manakala Prabowo yang baru dilantik sebagai Menteri Pertahanan, ingin shoping alutsista di AS namun terhalang masuk. Kemudian dia menjalankan strategi marwah diri dan kehormatan negeri. Menjalankan koneksi sebab akibat "dilarang melarang" dengan diplomasi militer cerdas berwibawa, melobby Austria untuk melepas Typhoon nya yang sedang bermasalah, sekaligus berkunjung ke Paris untuk melirik Rafale. Tak lama kemudian Washington luluh dan membentang karpet merah untuk ahlan wa sahlan, mempersilakan Menhan Prabowo bertandang ke Paman Sam. Kunjungan Menhan Indonesia disambut hangat di Pentagon. Dilarang melarang sudah terjawab.

Indonesia sedang membangun investasi pertahanan secara sistematis untuk jangka panjang. Artinya belanja investasi pertahanan dilakukan sekaligus dalam jumlah besar alias borongan untuk masa manfaat 30 tahun ke depan. Sepintas anggaran untuk investasi benteng NKRI ini terlihat fantastis. Namun jika dilihat dari durasi manfaat teknis selama 30 tahun maka nilai investasi menjadi wajar dan biasa saja. Beli borongan, sekaligus utk 30 tahun masa manfaat dengan pembayaran hutang yang berdurasi sama. Artinya antara masa manfaat dengan cicilan pembayaran secara kredit tidak memberatkan. Apalagi dengan dukungan PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia yang semakin membesar dan menguat.

Saat ini PDB kita ada di urutan 15 besar dunia. Jadi masuk anggota grup elite G20. Prediksi beberapa lembaga keuangan dunia memperkirakan PDB Indonesia tahun 2030 ada di urutan ke 10-11, dan tahun 2045 ada di urutan ke 5-6. Artinya ketika kita membeli alutsista secara besar-besaran selama tiga tahun ini (2022-2024) dengan durasi pembayaran diatas 10 tahun. Maka jika dikaitkan dengan peningkatan PDB yang berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi, maka DSR (Debt Service Ratio) atau rasio hutang kita terhadap PDB semakin menurun. Agak mirip-mirip dengan beli rumah melalui KPR. Setelah bayar uang muka rumah bisa ditempati dan cicilan pembayaran dengan durasi 10-15 tahun semakin lama semakin ringan. Beli alutsista juga begitu, tidak ada beli secara tunai. Setelah bayar uang muka barang diproduksi dan dikirim.

Investasi pertahanan sangat diperlukan karena asset alutsista yang ada sekarang sudah banyak yang berusia tua. Contoh KRI Ahmad Yani Class yang berjumlah 6 unit dibeli dari Belanda tahun delapan puluhan, beli bekas dari Belanda. Dan Belanda mempergunakan kapal perang frigate itu sejak tahun enam puluhan. Berarti usianya sudah masuk kategori lansia alias uzur. Investasi pertahanan sangat mendesak dilakukan karena ancaman terhadap kedaulatan teritori negeri kita sudah di depan mata. Sudah terang-terangan, bahkan sudah berani melarang di rumah orang. Maka meski kita cinta perdamaian kita lebih cinta kemerdekaan. Si vis pacem parabellum, jika ingin damai bersiaplah untuk perang. Semua itu harus dijawab dengan menguatkan marwah teritori agar kita tidak dianggap ikan teri oleh negeri yang haus klaim teritori.

****

Jagarin Pane / 12 Februari 2022

#KedaulatanIndonesia

#JagaNatuna

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun