Mohon tunggu...
Ariella Josephine Adventngela
Ariella Josephine Adventngela Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi - Universitas Airlangga

I like to learn everything that i can always do. Interest in sketch, photography, traditional dance, bilingual (English, Deutsch), sports, and many more. Still on process in Development Economics Universitas Airlangga, and always try'in learn more to upgrade my soft skill and hard skill.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Harga Minyak Mentah Dunia Terkerek Akibat Kekacauan Rusia-Ukraina

30 Mei 2024   17:10 Diperbarui: 30 Mei 2024   17:41 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dunia kembali dikejutkan dengan lonjakan harga minyak mentah yang signifikan, sebuah fenomena yang tidak terlepas dari ketegangan geopolitik yang menggegerkan seluruh dunia akibat perang antara Rusia dan Ukraina. Ingatkah kalian konflik yang bermula pada  24 Februari 2022 ini telah menyebabkan banyak kekhawatiran di pasar energi global, dan dampaknya terasa hingga ke setiap sudut dunia. 

Perang ini telah menimbulkan gelombang kejutan yang meluas ke berbagai sektor, salah satunya adalah pasar minyak mentah.  tidak hanya menyebabkan ketidakstabilan politik dan sosial, tetapi juga memicu lonjakan harga minyak mentah yang signifikan, mempengaruhi ekonomi negara pengimpor dan pengekspor minyak. 

Akibatnya, harga minyak mentah menunjukkan tren peningkatan yang konstan, mencapai puncaknya pada 8 Maret; minyak mentah berjangka Brent,  $127,98 per barel & minyak mentah berjangka WTI, $124,98 per barel. Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi harga minyak :

Konflik antara Rusia dan Ukraina juga menyebabkan perubahan signifikan dalam harga minyak mentah dalam jangka pendek dan pada dasarnya mengubah tren jangka panjangnya. Rusia yang memproduksi 534 juta ton minyak pada tahun 2021, dimana menjadi penyumbang 12% dari total produksi minyak dunia, menjadikannya produsen minyak terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, sehingga cukup mempengaruhi lonjakan ini.

Ketika terdapat dua atau lebih negara yang terlibat peperangan maka seluruh dunia akan merasakan dampak tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa ketegangan geopolitik dapat mempengaruhi efisiensi pasar minyak dan berpotensi mengubah perilaku investor di pasar modal. Sejak dahulu banyak konflik dan peristiwa politik yang secara diam-diam dapat mempengaruhi harga minyak karena inflasi sisi penawaran. yakni Peristiwa Yom Kippur, embargo Arab pada tahun 1973–74, Revolusi Iran pada tahun 1978–79, Perang Iran–Irak pada tahun 1980–1988, Perang Teluk Persia pada tahun 1990–1991, Krisis Venezuela pada tahun 2002 dan Perang Irak pada tahun 2003, serta seperti jatuhnya Libya pada tahun 2011.

Namun jika dibandingkan dengan era non-event, Perang Rusia-Ukraina meningkatkan volume perdagangan, memperburuk fluktuasi harga minyak, dan menggandakan standar deviasi harga minyak. Semua dampak ini disebabkan oleh aktivitas spekulatif. Singkatnya, tindakan spekulan dan tingkat persediaan (Perkiraan gangguan pasokan dan posisi persediaan yang terbatas diperburuk akibat perang, membuat harga minyak tetap berada pada tren kenaikan jangka menengah, yaitu naik sebesar $9,21), dikombinasikan dengan pengumuman produksi OPEC+ (keputusan produksi OPEC+ menyebabkan kenaikan tajam harga minyak mentah dalam jangka pendek sebesar $19,47), merupakan faktor utama yang mempengaruhi harga minyak mentah selama Perang Rusia-Ukraina. Peperangan ini memperburuk fluktuasi harga yang sering terjadi, menaikkan harga minyak secara tajam dalam jangka pendek, dan mempertahankan tren kenaikan dalam jangka menengah. 

Negara-negara tertentu, seperti Israel, Arab Saudi, dan Turki, juga memiliki peran penting dalam menentukan harga minyak, dan risiko geopolitik dari negara-negara ini dapat memiliki efek yang berbeda terhadap kenaikan harga minyak. Namun, dampak Perang Rusia-Ukraina terhadap harga minyak tidak terlalu besar dalam jangka menengah dan panjang karena kuatnya ekspor minyak Rusia, lesunya permintaan minyak mentah global, dan kenaikan indeks dolar AS.

  • Inflasi. 

Pada bulan Maret 2022, Ketua Federal Reserve Jerome Powell memberikan pernyataan di hadapan Komite Perbankan Senat AS setiap setengah tahunan. Menurut Powell, kenaikan harga minyak mentah sebesar $10 per barel umumnya mengakibatkan kenaikan inflasi sebesar 0,2%.

Meskipun demikian, Federal Reserve pada saat yang sama menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi. Tujuh kenaikan suku bunga dengan total 425 basis poin sejak Maret 2022 telah membawa suku bunga dana federal ke kisaran sasarannya sebesar 4,25% hingga 4,50%, tertinggi sejak krisis keuangan global tahun 2008.

  • Menurunnya Potensi Ekonomi. 

Penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,1% juga menjadi salah satu akibat dari kenaikan harga minyak mentah sebesar $10 per barel. Ini menegaskan bahwa lonjakan harga minyak mentah dapat memiliki konsekuensi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi global juga.

Secara keseluruhan, konflik antara Rusia dan Ukraina telah mengakibatkan kenaikan tajam harga minyak mentah dalam jangka pendek namun tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka menengah dan panjang pada perekonomian dunia, peningkatan volatilitas harga, dan menggarisbawahi pentingnya memahami bagaimana konflik geopolitik mempengaruhi pasar energi dalam analisis ekonomi. 

Kemungkinan yang signifikan disebabkan oleh (atau peringatan terhadap) risiko geopolitik. Kedepannya, pemangku kepentingan di sektor energi dan keuangan harus mempertimbangkan risiko geopolitik sebagai faktor utama dalam pengambilan keputusan strategis mereka.

Secara keseluruhan, konflik antara Rusia dan Ukraina telah mengakibatkan kenaikan tajam harga minyak mentah dalam jangka pendek namun tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka menengah dan panjang pada perekonomian dunia, peningkatan volatilitas harga, dan menggarisbawahi pentingnya memahami bagaimana konflik geopolitik mempengaruhi pasar energi dalam analisis ekonomi. 

Kemungkinan yang signifikan disebabkan oleh (atau peringatan terhadap) risiko geopolitik. Kedepannya, pemangku kepentingan di sektor energi dan keuangan harus mempertimbangkan risiko geopolitik sebagai faktor utama dalam pengambilan keputusan strategis mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun