"Kota yang hijau bukan cuma soal pemandangan, tapi soal bagaimana kita bisa hidup lebih sehat dan nyaman di dalamnya!"
Kalau ngomongin keanekaragaman hayati atau biodiversity, apa yang pertama kali muncul di benak kamu? Mungkin hutan tropis yang lebat, lautan luas, atau pegunungan yang penuh kehidupan.
Tapi, pernah nggak kepikiran kalau kota juga punya ekosistemnya sendiri yang disebut urban biodiversity?
Walaupun dipenuhi gedung pencakar langit dan jalanan sibuk, kota tetap bisa jadi rumah buat berbagai jenis tanaman dan hewan, lho! Masalahnya, makin banyak beton dan aspal, makin sedikit ruang buat makhluk hidup lainnya.
Padahal, keberadaan mereka bisa bikin kota lebih sehat dan nyaman, bukan cuma buat mereka, tapi juga buat kita.
Nah, kita bakal bahas tantangan yang dihadapi urban biodiversity, manfaatnya, dan tentunya solusi biar kota tetap jadi tempat yang ramah buat semua makhluk hidup.
Tantangan Urban Biodiversity: Masih Mau Kota Jadi Hutan Beton?
Menurut laporan Profil Keanekaragaman Hayati DKI Jakarta 2023, Jakarta telah kehilangan lebih dari 30% ruang terbuka hijaunya dalam dua dekade terakhir akibat ekspansi urbanisasi yang masif.
Ini berarti makin sedikit tempat bagi flora dan fauna bertahan hidup, sementara suhu kota terus meningkat akibat minimnya vegetasi yang mampu menyerap panas.
Pernah nggak kamu perhatiin kalau taman di kota makin sedikit? Salah satu masalah terbesar buat keanekaragaman hayati di kota adalah lahan hijau yang terus berkurang.
Banyak taman dan hutan kota yang akhirnya dikorbankan buat pembangunan gedung, jalan tol, atau pusat perbelanjaan. Nah, kalau ruang hijau makin sempit, siapa yang jadi korban? Yup, hewan dan tumbuhan yang kehilangan tempat tinggalnya.
Belum lagi polusi yang nggak ada habisnya. Udara yang penuh asap kendaraan, air yang tercemar limbah, dan tanah yang dipenuhi sampah bikin kota jadi tempat yang nggak ideal buat makhluk hidup bertahan.