[caption id="attachment_75550" align="aligncenter" width="200" caption="Dipinjam dari profil Guru Bahasa Indonesia"][/caption] Maaf pada kawan2 kompasianer yang telah mengomentari tulisan saya ini (masih gantung), tadinya saya bermaksud men "save" ternyata terpencet "publish" (maklum mata merajuk ) dan saya baru tahu waktu mau ngedit, lho...saya harus bayar hutang menyelesaikan tulisan ini. Apa ada yang perduli ya ? ( ah terserahlah). Beberapa hari ini ada yang menarik buat saya dari seorang kawan kompasianer, bukan karena tulisannya (kalau ada saya belum lihat) tapi kawan kita ini kerap muncul melalui komentar-komentarnya yang kritis tapi menggelitik. Dengan menggunakan ttd Guru Bahasa Indonesia (saya suka namanya) kawan kita ini tidak mengomentari substansi tulisan tapi justru ejaan maupun pilihan kata yang digunakan dalam tulisan. Misalnya pada tulisan teman@Yosi "Sumber Inspirasi di Sekitar Penulis" beliau mengomentari : dimanapun, ditengah, diluar, diruang = seharusnya ada spasi kreatifitasnya, kreatifitas = yang betul, kreativitas di donlot = kata donlot boleh dipakai meski pilihan kata yang tidak benar, tapi seharusnya tanpa spasi pengkotakan = pengotakana komentnya = komentar, comment? friends !, Cemangatttttt !!!! = seharusnya tanpa spasi sebelum tanda seru Lain kali diperhatikan ya. Dan jangan ramai kalau di kelas. ttd, Guru Bahasa Indonesia Juga pada tulisan saya "Polonia, Bandara Paling Berbaya di Dunia..!!", beliau memberi komentar begini : Seperti teman-teman kamu yang lain, kamu masih sering salah membedakan di sebagai kata depan atau sebagai awalan sehingga ketika harusnya ada spasi, kamu tidak memberi spasi. Sebelum tanda baca (titi, koma, tanda tanya, tanda seru, tutup kurung) seharusnya tanpa spasi. Sedangkan buka kurung dan tanda petik pembuka, maka sesudahnya tidak perlu diberi spasi. Jangan anggap remeh hal kecil seperti ini. ttd Guru Bahasa Indonesia Dalam menulis sering kali kita gunakan istilah, idiom, bahkan ejaan yang suka-sukaan yang mungkin mewakili bahasa kita sehari-hari. Sebagai sebuah gaya dalam tulisan tentu ini biasa, atau mungkin sengaja demi manambah daya tarik dari tulisan itu sendiri. Saya termasuk orang yang suka menerapkannya dalam tulisan. Selain karena sering lupa pada ejaan atau pilihan kata (diksi) yang benar, menulis dengan bahasa sehari-hari terasa lebih mengalir. Terus terang bagi saya ini sangat menggelitik meskipun saya yakin maksud beliau adalah dalam rangka koreksi tulisan. Dan apa yang dilakukan oleh beliau mampu menarik Kompasianer untuk memberi komentar balik dari komentar beliau. Misalnya : Komentar balik saya : Kok pak guru titiknya ngga pake “k” ? Tabik ..CikGu (takut durhaka) ttd Stone dikomentari kembali : Maaf, kalau itu salah ketik. ttd Guru Bahasa Indonesia Dikomentari sdra. Tengkubin : Pak Guru, koreksi. 1. Awalan di + kata kerja = digabung. 2. Awalan di + ket, tempat = dipisah. 3. Kreasi, kreatif, kreatifitas (benar). Bahasa Indonesia tidak mengenal konsonan v, q dan x kecuali pada kata-kata khusus yang tak bisa diindonesiakan, seperti bola volli, Al-Qur’an dan sinar x. 4. Pengkotakan (betul), kata dasarnya kotak yang diberi imbuhan. Sedangkan pengotakan kata dasarnya otak yang diberi imbuhan. 5. koment, comment (salah). Kata dasar tidak menggunakan konsonan rangkap. (Tengkubin) Ada lagi komentar dari bung Arif: Tanggapan @Tengku, Ariel Prefiks pe- dan me- ketika bertemu kata dasar yang berawalan K maka akan melebur menjadi ng- atau ng- contoh: Kantuk menjadi Mengantuk (tanpa huruf K) Kreatifitas = salah hal ini dikarenakan kreatif adalah kata serapan dari bahasa inggris, sehinggan pemberian akhiran (sufiks) mengikuti pola bahasa pada bahasa asal dimana menggunakan huruf “V” seperti pada creativity Komentar balik Toha Rastafara: didonlot pakenya diunduh pak dan komentar saya terhadap tulisan Yosi : Jadi lupa apa yang mau dikomentari gara2 liat komen cikgu. pokoknya mantaplah.. Dan beberapa tanggapan lainnya Tapi yang lebih penting dari itu adalah upaya dari Pak Guru Bahasa Indonesia ini mengingatkan pada kita Kompasianer bahwa kita masih punya panduan berbahasa yang baik dan benar. Terlepas dari benar atau salah ternyata kita masih konsern dengan penggunaan bahasa yang baik dan benar (terbukti jadi bahan sub komentar). Saya yakin penggunaan bahasa tulisan saya kali ini juga akan jadi bulan-bulanan beliau. Buat Pak Guru Bahasa Indonesia meskipun saya belum lihat postingan tentang penggungunaan bahasa yang baik dan benar saya tetap suka komentarnya. Jangan menyerah Cikgu!....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H