Mohon tunggu...
Carl Stone
Carl Stone Mohon Tunggu... -

hidup adalah keseimbangan..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bang Makit dan Kode Etik

24 Oktober 2010   04:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:09 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kupandangi bang Makit yang tengah asik mengukir kulit sotong, sesekali matanya disipitkan sebelah demi memastikan ketepatan pola yang diukirnya. Disudut ruang kerjanya deru pompa benzin pelebur logam meramaikan suasana yang hampir kaku karena aku sibuk bermain dengan pikiranku sementara bang Makit layaknya seorang seniman sejati yang sedang mempersiapkan sebuah mahakarya seakan tak mau diganggu. "Pesanan siapa bang" tanyaku memecah suasana. Bang Makit belum mau menjawab. Tangannya dan matanya bekerja secara simultan, sekali waktu dia mengganti mata ukir ke ukuran yang lebih kecil untuk membuat detail. Yang dilakukan bang Makit saat ini adalah membuat mal atau cetakan cincin. Sebuah proses awal sebelum cetakan itu nanti akan diisi (dicor) dengan bahan sesuai permintaan pelanggan. "ini milik Kapolda" sambung bang Makit menjawap pertanyaanku tadi (padahal aku sudah lupa yang kutanya tadi ). "ini baru dipesan semalam" imbuhnya. "kapolda kemari bang"?. "engga, ini pesanan acik asiong, katanya seorang temannya yang pengusaha ingin memberikan cendera mata sama Pak Kapolda, ya..semacam perkenalan gitulah", jawab bang Makit tanpa mengalihkan pandangan kepadaku. "Mau dikasih bahan apa bang?, terus batunya batu apa bang ?" kucecar bang kodir seakan ingin mendapatkan informasi rahasia. "Emas putih dua puluh gram", kalau batunya katanya Rubi tapi ini Rubi palsu. "wah objek lumayan ni bang !" kupotong langsung. "Kalau dari nominalnya memang tapi yang singgah sama kita ga ada bedanya dengan yang kecil, apalagi ini resikonya besar". Timpalnya. "Resiko gimana maksud abang" aku penasaran. "Acik baru kasih DP setengah sementara kita belanja bahan harus cash" sambungnya lagi. "Kenapa ngga minta totalnya saja bang" tanyaku lagi. "Ngga bisa Ri, itu sudah jadi kode etik kita, jangankan lima puluh persen, dua puluh persen pun kita tidak bisa tolak, ini benda seni kepercayaan adalah hal utama, kalau ingin menipu kita bisa saja " jawabnya lagi. " pernah kena bang" ? "sering.." "rugi banyak bang "? "Tergantung " "Maksudnya gimana itu" "ya dalam jangka pendek ia, tapi biasanya mereka kembali" "terus abang bilang tadi ini batu palsu, padahal inikan dibuat untuk Kapolda, orang nomor satu di jajaran kepolisian kota ini, bagaimana jika nanti Pak Kapolda tahu ini palsu dan abang dianggap bersekongkol melakukan penipuan , wah bisa gawat ni bang " kuberondong sok tahu. "Dia ngga bakalan tahu Ri " jawabnya mantap (sambil menghisap rokok dalam-dalam). Di atas meja kerjanya kulihat asbak penuh dengan puntung rokok. Dunia tanpa rokok ibarat lelaki impoten katanya suatu ketika kepadaku. Sisi lain mengapa orang tetap merokok menurutku. "seorang seniman sejati tidak akan mempermalukan seniman lainnya, di dunia kami apabila kode etik ini dilanggar maka ia akan dikucilkan selama-lamanya alias tamat riwayatnya " "Bagaimana bila dia menggunakan teknologi untuk menguji keaslian batu itu bang? Tanyaku. "Tetap saja tidak akan, toh mereka juga makan dari benda seni, dan jangan lupa  mulut lebih tajam dan lebih ampuh dari alat tes manapun" katanya mengingatkan aku. Ingatanku terbang pada temanku seorang perwira pasukan elit negeri ini yang pernah mengatakan bahwa "kode etik" adalah panduan kita dalam bersikap dan bertindak, selama kita berpegang kepadanya maka kita akan selamat. Tak heran begitu kompaknya mereka terhadap korps karena kode etik. _____________________ hanya sebuah imajinasi, apabila ada kemiripan tokoh dan tempat berarti sang tokoh sangat populer jadi saya harus kenalan (kok bisa ya..)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun