Mohon tunggu...
Muhammad Ariefuddin
Muhammad Ariefuddin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menjadi pembelajar yang Kematian kan membuatnya kelar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lari Pagi Bersama sambil Memancing Daya Hipotesis Anak

28 Desember 2019   10:16 Diperbarui: 28 Desember 2019   10:32 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi, setelah subuhan, aktivitas bakar-bakar lemak berharap menjadi hal yang rutin. Bukan hanya sendiri. Mengajak anak pertama dan kedua itu butuh energi tambahan untuk mengondisikannya. Ditambah si anak tengah memang tidak begitu suka aktivitas yang fisik-fisik.

Track sengaja dipilih yang berpeluang didapati obyek pemandangan yang menarik. Yang menggelitik untuk melayangkan pertanyaan. 

Masih gelapnya suasana menambah sensasi sendiri berlari menyusuri selokan Mataram. Kekhawatiran info trending merebaknya kobra keluar dari sarang mampu dikalahkan dengan tapakan langkah kaki-kaki.

Joging sendiri sama bareng-bareng tentulah beda. Jauh. Bumbu ngobrol membuat joging bertambah sedap. Apalagi si Mbarep yang ter-suspect berbakat dalam berkomunikasi, sudah bisa ditebak apapun yang dilihat akan ia komentari.

Rute memasuki jalan tembus di tengah persawahan yang meluas. Tiba-tiba muncul ide untuk buat tebak-tebakan, sambil lari. Tapi bukan teka-teki humor ala buku-buku yang sering diburu saat bazar. Teka-teki yang menurutku kurang bermutu karena terkadang menjurus ke yang saru. Porno.

Ini tebak-tebakan yang memancing logika. Bahasa kerennya hipotesis lah. Seperti saat melihat di kanan-kiri terdapat sawah yang hanya dibiarkan rumputnya meninggi tak tergarap. Kulayangkan pertanyaan, "Mengapa sawah ini tidak ditanami padi ?"

Kukasih pesan untuk menjawab dengan dugaan-dugaan karena yang bertanya sendiri pun tak tahu pasti jawabannya. Si Kakak mulai menduga. Menghipotesis.

"Mungkin mau dibuat tempat sepak bola," jawabnya.

Oke, kupersilakan yang kedua. Kali ini ia agak bingung. Maklum masih kelas dua SD. Tapi tetap kuminta jawab sejawab-jawabnya supaya aura ngobrol tetap stabil.

"Supaya ada rumput," jawab si kedua. Oke, kataku. Jawaban kakak pertama kukonfirmasi.

"Kalau untuk main sepak bola kenapa tak ada gawang dan rumputnya masih tegak rapi berdiri, Kak?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun