Literasi itu bukan sekedar bisa Membaca dan Menulis technically. Tapi, mampu menangkap makna dari yang dibaca dan menuliskan ide, lintasan pikiran, inspirasi, pengalaman, ilmu.
Sehingga cara belajar Membaca dan Menulis pun harus pas.
Membelajarkan Baca dan Tulis sering terjebak pada hanya berhenti pada teknik saja. Sudah bisa baca tanpa dilanjut seberapa banyak dan dalam makna yang diserap. Serta, sudah bisa menulis tapi bukan tulisan yang orisinil.
Maka wajar, meski anak sudah bisa baca tapi minat baca buku rendah, pemahaman bacaan rendah. Sudah bisa nulis tapi mengeluh jika diminta menulis catatan, tidak menghormati karya tulis.
Metode pengajaran baca tulis paling umum dengan buku pegangan, berjilid-jilid. Umumnya berisi metode secara teknis baca tulis saja. Sehingga benar-benar teknik saja yang dicapai belum pada kompetensi utamanya.
Kebetulan dapat postingan dari mbak Dewi Utama Fayza, tentang ENIKKI. Ternyata di Jepang anak-anak diajak menggambar dg menulis lewat program ENIKKI.
E= GAMBAR
NIKKI= DIARI = JURNAL.
Kekuatan perceiving and drawing ini bagian dari basic literacy (konvensi Praha, 2003, tentang Information Literacy). Lihat, bangsa mereka sangat maju. Infografis di mana-mana. Takkan kita tersesat karena ada bahasa gambar yg kaya dg peta konsep.Â
Di bidang industri animasi, lahir karya-karya genius seperti Naruto, dan One Piece. Mereka bangsa yg produktif, berpikir kritis, literat dan beyond literacy.
Baru eksperimen Enikki nih ke si 2nd