Mohon tunggu...
Arief Setiawan
Arief Setiawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

pecinta kegilaan http://arieflmj.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Surabaya, Dulu dan Kini

30 September 2015   23:55 Diperbarui: 1 Oktober 2015   01:00 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Panas, menyengat, dan sumpek. Inilah gambaran awal Surabaya dulu ketika masih duduk di bangku sekolah dulu. Surabaya saat itu sangat kering, pepohonan dan taman sangat jarang. Bahkan, ketika pertama kali ke Jakarta, saya tak percaya jika sudah ada di ibukota. Apa benar Jakarta lebih hijau daripada Surabaya? Logikanya, Surabaya yang ibukota provinsi saja kerontang, bagaimana dengan Jakarta yang jadi ibukota negara? Surabaya pada awal dekade 2000-an terkenal dengan panasnya yang sangat menyengat.

Surabaya tak ramah untuk jadi destinasi wisata yang jauh dari keruwetan kota. Jalur hijau sangat minim dan taman-taman kota kondisinya cukup mengenaskan. Ruang publik sangat terbatas karena keberadaannya kurang mendapat perhatian dari pemerintah kota. Alhasil, ruang publik yang sejatinya hati bagi sebuah kota akhirnya terbengkalai sehingga mengurangi konektivitas masyarakat.

 

Perlahan tapi pasti, perubahan terjadi di Surabaya. Surabaya yang awalnya terkenal dengan sengatan panas, kesemerawutan, dan minim ruang terbuka hijau mengalami perubahan positif. Taman-taman yang dibenahi mulai tampak hasilnya dengan semakin menghijaunya jalanan Surabaya. Trotoar tak lagi menyeramkan seperti dulu karena tampak lebih ijo royo-royo. Surabaya pun tak seseram dulu.

Taman Bungkul merupakan bagian dari ruang publik di Surabaya. Taman ini awalnya kurang terawat, minim fasilitas. Namun, pada pertengahan era 2000-an, Taman Bungkul mulai dibenahi. Fasilitas publik mulai dibangun di salah satu ikon Surabaya. Mulai dari taman bermain, arena skateboard, hingga wi-fi gratis. Seiring perjalanan waktu, fasilitas di Taman Bungkul pun semakin menarik hingga jadi tujuan warga Surabaya bersosialisasi.

Pembangunan ruang publik di Surabaya bisa menjadi contoh bagaimana penyediaan fasilitas ini membutuhkan proses panjang. Penataan ruang terbuka hijau di sekitar jalan raya, juga trotoar, dengan penanaman pohon menjadi inisiasi awal. Dari hal “sepele” ini kemudian pembangunan pun meningkat dengan penataan taman kota yang sebelumnya terbengkalai. Usaha dan kerja keras masyarakat Surabaya ini dapat menjadi contoh pembangunan ruang publik di daerah lain yang sudah telanjur ruwet.

Keberadaan Kebun Binatang Surabaya (KBS) di tengah kota dan lokasinya sangat strategis perlu mendapatkan perhatian serius. KBS harus tetap dipertahankan fungsinya, bukan ditukargulingkan. KBS merupakan bagian dari sejarah Surabaya, bahkan masyarakat Jawa Timur, yang harus dirawat dan dijaga kelestariannya. Bagi anak-anak Jawa Timur, KBS memunyai kenangan tersendiri. Pengalaman penulis semasa kecil, kurang lengkap jika saat lebaran Idul Fitri tak mampir dulu ke KBS. KBS menyimpan memori dan harapan tentang keindahan dan keberagaam bio-diversity.

Berbagai kabar miring tentang tak terawatnya penghuni KBS beberapa waktu lalu bukanlah alasan untuk memindahkan ruang terbuka hijau ini. KBS harus tetap dipertahankan eksistensinya di tengah kota, bukan dipindahkan ke pinggiran kota. Pemindahan KBS ke tempat lain merupakan bentuk salah kaprah pengelolaan kota yang tak memberikan ruang publik kepada masyarakat, khususnya di tengah kota.

Taman Bungkul dan KBS merupakan contoh dari ikon Surabaya terkait ruang publik. Keduanya merupakan jantung Kota Surabaya karena keberadaannya ada di pusat kota. Semuanya tentu saja tak ingin hanya menghirup polusi ketika sedang pesiar atau melintas di Surabaya. Apa yang ada di Surabaya saat ini, terkait ruang publik, harus dipertahankan, lebih bagus lagi ditingkatkan. Ayo arek-arek Suroboyo, kita jaga terus Taman Bungkul dan KBS agar tetap menjadi kebanggaan kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun