Mohon tunggu...
Arief Setiawan
Arief Setiawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

pecinta kegilaan http://arieflmj.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Slogan dan Kenyataan: Inkonsistensi Pemberantasan Korupsi

26 Mei 2011   09:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:12 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Katakan tidak pada korupsi!” Kalimat ini sangat familiar di telinga kita ketika kampanye pemilihan presiden (pipres) 2009 berlangsung. Di televisi, radio, baliho, internet, dan selebaran, slogan anti-korupsi ini “menghipnotis” masyarakat. Inilah janji anti-korupsi yang jadi slogan kampanye pasangan SBY-Boediono pada pilpres 2009 silam. Namun, setelah terpilih, apakah slogan itu jadi kenyataan?

Mencuatnya dugaan korupsi yang menyebabkan Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin, dipecatmembuat slogan kampanye pilpres 2009 layak untuk dipertanyakan. Kasus ini hanya jadi pemicu untuk menelisik kembali konsistensi anti-korupsi pasangan SBY-Boediono. Slogan “Katakan tidak pada korupsi!” ternyata hanya ada dalam kampanye Pilpres 2009 saja, khususnya yang terkait dengan kader Partai Demokrat.

Pada akhir November 2010, Presiden SBY menyatakan tak akan bela kader demokrat yang korupsi. Kader demokrat yang terjerat kasus korupsi harus membela dirinya sendiri, partai tak akan memberi bantuan hukum. Kecuali, kader tersebut disalah-salahkan dan dikriminalkan. Belum genap setahun, pernyataan tersebut tak berlaku. Partai Demokrat ternyata memberi bantuan hukum atau pembelaan terhadap kadernya, Amrun Daulay, yang terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan sarung, mesin jahit dan sapi di Departemen Sosial (Depsos) tahun 2004-2008.

Tak hanya itu saja, slogan anti-korupsi dalam Pilprres 2009 lalu beda dengan kenyataan. PD dalam pileg 2009 lalu ternyata mencalonkan tiga orang tersangka korupsi sebagai calon anggota DPR 2009-2014. Mencalonkan seorang tersangka kasus korupsi di Kabupaten Penajam Paser Utara Aspar Yusran sebagai Anggota DPR (terpilih tahun 2009). Namun, ia tak bertahan lama di kursi DPR karena putusan kasasi turun yang mengganjarnya dengan hukuman penjara 1,5 tahun dan denda 100 juta rupiah.

Partai Demokrat juga mencalonkan Marzuki Alie (ketua DPR) dan Azam Azman Natawijaya sebagai caleg mereka, meski saat itu patut diduga (pada saat pencalonan belum diketahui apakah SP3 sudah terbit atau belum) jadi tersangka korupsi. Padahal, pada Agustus 2004 keduanya ditetapkan jadi tersangka kasus dugaan korupsi pada proyek optimalisasi pabrik semen PT Semen Baturaja pada tahun 1997-2001 oleh Kajati Sumsel. Namun, pada 2 Desember 2009, Jampidsus Marwan Efendi menyatakan, Kejagung sudah menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3).

Tak hanya kader demokrat yang duduk di DPR, mereka yang di daerah juga banyak terjerat kasus korupsi. Beberapa kepala daerah yang diduga terlibat korupsi dari PD juga banyak yang “aman” dari jerat hukum. Mereka bisa lenggang kangkung memimpin daerahnya tanpa direcoki proses hukum karena kasus yang melilitnya belum dapat izin pemeriksaan dari presiden. Atau, meski diduga kuat korupsi, para kepala daerah tersebut tak diproses secara hukum. Inilah wajah dari slogan “Katakan tidak pada korupsi!” yang berkumandang pada kampanye Pilpres 2009 lalu.

Menginjak kasus terbaru kader demokrat, Nazaruddin, ada keanehan dalam pemecatannya sebagai Bendahara Umum PD. Pada 23 Mei lalu, Dewan Kehormatan PD memecat Nazaruddin dari jabatannya sebagai Bendahara Umum. Namun, DK PD tak memecat yang bersangkutan sebagai anggota DPR. Di satu sisi dinyatakan bersalah oleh partainya (bukan secara hukum). Namun, di sisi lain, ia tetap dapat duduk sebagai anggota DPR meski partai menyatakan dia bersalah. Partai dianggap lebih kedudukannya daripada DPR oleh PD.

Kondisi demikian tentu layak untuk dipertanyakan kembali. Keseriusan SBY-Boediono dalam memberantas korupsi harus diragukan. Apa yang didengung-dengungkan dalam kampanye 2009 silam ternyata hasa isapan jempol belaka. Kondisi demikian semakin menegaskan, hukum bukan milik rakyat, tapi penguasa. Slogan“Katakan tidak pada korupsi!”pun mati.

Referensi:

http://www.pedomannews.com/nasional/berita-nasional/politik-a-hukum/3060-inilah-sederet-politisi-demokrat-yang-terjerat-korupsi

http://www.lintasdaerah.com/v3/modules/news/article.php?storyid=2956

http://investasi.kontan.co.id/v2/read/nasional/22360/Kejaksaan-Agung-Pastikan-Marzuki-Alie-Bebas-Dari-Korupsi

http://forum.detik.com/showthread.php?t=149400

http://www.gatra.com/artikel.php?id=142461

http://www.cakrawalanews.com/index.php/Headline/marzuki-ali-tersangka-korupsi.html

http://www.pedomannews.com/nasional/berita-nasional/korupsi-a-ham/2628--politisi-partai-demokrat-ditetapkan-menjadi-tersangka-oleh-kpk

http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2010/11/28/brk,20101128-295037,id.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun