Mohon tunggu...
Arief Setiawan
Arief Setiawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

pecinta kegilaan http://arieflmj.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gladak Perak: Monumen atau Toilet?

11 September 2011   17:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:03 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jikalau engkau meninggalkan sejarah, engkau akan berdiri di atas vacuum, engkau akan berdiri di atas kekosongan dan lantas engkau menjadi bingung, dan akan berupa amuk, amuk belaka. Amuk, seperti kera kejepit di dalam gelap” Bung Karno Ketika melintasi Gladak Perak yang menghubungkan Lumajang-Malang via jalur selatan, sempatkan berhenti sejenak di sisi kanan jalan yang mengarah ke Malang. Perhatikan baik-baik kondisi sekitar. Adakah keganjilan di antara tebing batu, pegunungan, hawa dingin, dan pemandangan eksotis jalan penuh kelokan? Sebuah sejarah telah dilupakan begitu saja. diabaikan dengan sempurna meskipun sejarah pernah mencatatnya dengan gemilang. Gladak Perak bukanlah sekedar penghubung antara Lumajang-Malang. Bukan pula sekedar sarana untuk bisa “melangkahi” ganasnya lahar panas Gunung Semeru. Didalamnya mengandung memori, harapan, dan cita-cita para pejuang kemerdekaan terhadap tegaknya kedaulatan negara-bangsa. Namun, apa boleh buat, perlakuan terhadap tempat bersejarah ini jauh dari semestinya. Malah, sangat membingungkan: antara monumen atau toilet. Fenomena sangat ganjil ada di dinding tebing sisi Gladak Perak. Sebuah papan dengan gagah bertuliskan “MONUMEN JOEANG JEMBATAN GLADAK PERAK”. Sewajarnya, kita pasti langsung membayangkan adanya sebuah tugu atau apa pun wujudnya sebagai peringatan selayaknya sebuah monumen. Tentunya, monumen tersebut ditempatkan di tempat khusus, agar lebih mudah mengidentifikasi locus delicti dari suatu peristiwa sejarah. Sebagai saksi bisu peristiwa heroik yang memang layak untuk dikenang sepanjang masa. Apa boleh buat, kenyataan bekata lain. “MONUMEN JOEANG JEMBATAN PERAK” tak mendapatkan tempat selayaknya. Papan peringatan yang diidentikkan sebagai monumen tersebut dipasang di dinding toilet. Bagaimana sebuah monumen jadi toilet atau monumen yang disatukan dengan toilet? Sangat aneh dan extraordinary karena antara monumen dan toilet tersebut sejatinya “sama” karena diletakkan pada satu tembok. Sungguh menyedihkan ketika usai membaca paparan “MONUMEN JOEANG JEMBATAN GLADAK PERAK” kemudian dilanjutkan menoleh ke arah kiri: toilet. Slogan sebagai bangsa besar seolah-olah terpatahkan oleh penghormatan terhadap monumen (tempat bersejarah) tersebut. Paparan sejarah perjuangan di Gladak Perak seolah ditiadakan, tak berarti. Sungguh memilukan karena semakin menyatakan parahnya penyakit amnesia sejarah yang terjadi pada bangsa Indonesia. Semakin menegaskan keadaan, bangsa ini sedang bingung seperti yang dikatakan Bung Karno, “Jikalau engkau meninggalkan sejarah, engkau akan berdiri diatas vacuum”. Sudah dimuat di blog pribadi:  http://arieflmj.wordpress.com/2011/09/12/gladak-perak-monumen-atau-toilet-2-habis/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun