Mohon tunggu...
Arief Setiawan
Arief Setiawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

pecinta kegilaan http://arieflmj.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peneguhan Pengejar Popularitas: Kabinet Indonesia Bersolek

19 September 2011   08:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:50 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa yang ada dibenak para kompasianer jika mendengar kata reshuffle kabinet? Saya yakin, semua pasti mengarah pada adanya harapan baru menuju ke hal yang lebih baik. Bukan baik secara artifisial, tapi benar-benar nyata. Bukan juga sekedar gagah-gagahan untuk tunjukkan kekuasaan. Itu harapan kita semua, tapi kenyataan bicara lain. Reshuffle kabinet dilakukan hanya untuk perbaiki popularitas yang merosot. Indonesia saat ini.

Menurut hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI), tingkat kepuasan publik atas kinerja Presiden SBY merosot ke angka 47,2 persen. Angka ini tentunya jadi rekor tersendiri bagi SBY selama jabat presiden sejak 2004-sekarang. Apalagi, kepemimpinan SBY selama ini bertumpu pada citra diri, tentunya hal tersebut sangat mengganggu. Citra diri lebih penting daripada hasil nyata.

Merosotnya popularitas SBY ini banyak disebabkan oleh buruknya kinerja para pembantunya. Menurut LSI, banyaknya kasus besar nasional tidak tuntas dan SBY terlalu reaktif atas sejumlah kasus yang menyerang pribadinya dan sering "curhat" ke publik dianggap jadi pemicunya. Selain itu, juga SBY dianggap tak mempunyai operator politik tangguh yang bisa membantunya menuntaskan berbagai masalah dan berkembangnya kasus dugaan korupsi di Partai Demokrat.

Persoalan popularitas merosot atau tidak bukanlah sesuatu yang subtansial. Popularitas hanyalah citra diri yang didalamnya penuh dengan ”tipuan.” Namun, anehnya, kalangan dekat SBY begitu gusar dengan hal ini. Maklum, pondasi dasar kepemimpibnan SBY pada dasarnya bertumpu pada pencitraan belaka. Karena itu, jadi sangat wajar jika mereka gusar dengan hasil survei LSI yang menyebut Sang Presiden merosot popularitasnya.

Popularitas yang merosot ini jadi senjata untuk wujudkan rencana reshuffle kabinet. Menteri yang dianggap punya rapor merah bakal kena imbasnya. Reshuffle kabinet dijadikan salah satu alat guna menaikkan popularitas di mata masyarakat. Jika demikian adanya, sangat aneh sekali model reshuffle yang ditempuh SBY. Apa pun dilakukan hanya bertujuan guna menyelamatkan popularitas sehingga citra diri tetap baik di mata masyarakat meski tak lakukan apa-apa.

Bilamana reshuffle benar-benar ditujukan untuk dongkrak popularitas, peneguhan sebagai pemimpin berbasis pencitraan semakin kuat. Popularitas jadi segala-galanya meski kepentingan masyarakat dikorbankan. Pokoknya tetap terkenal bak artis Hollywood. Sungguh naas negeri ini jika begini adanya. Tujuan negara untuk menciptakan kesejahteraan dibelokkan jadi demi kepentingan menjaga popularitas.

Tak ada salahnya jika Presiden SBY sedikit lebih gaul dalam menamai kabinet hasil reshuffle kelak. Penamaan ini sebagai ungkapan jujur kepada rakyat karena penggantian menteri hanya untuk dongkrak popularitas. Mari bekerja dalam ”Kabinet Indonesia Bersolek.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun