Mendengar kata federalisme, bayangan kita senantiasa tertuju pada periode Indonesia di masa serikat (1949-1950). Didalamnya mengandung banyak perpecahan dan bagian dari strategi politik devide et impera Belanda. Rawan disintegrasi karena Indonesia terpecah-pecah dalam bentuk negara bagian. Semua sudah mahfum dengan argumen penolakan federalisme di Indonesia. Namun, apakah benar demikian adanya jika federalisme diterapkan saat ini?
Kita harus adil dalam menilai wacana federalisme untuk Indonesia. Tak bisa serta-merta menjadikan masa Republik Indonesia Serikat sebagai acuan tanpa ada telaah lebih lanjut. Konteks politik di masa RIS harus jadi pertimbangan utama, mengapa federalisme gagal untuk saat itu? Latar belakang politik inilah yang akan membawa kita pada telaah lebih jujur terhadap wacana negara federal di Indonesia.
Negara RIS tak lahir serta-merta atas dasar keinginan para pemimpin Indonesia saat itu. RIS adalah produk dari Konferensi Meja Bundar 1949 yang mana negara federasi jadi salah satu butir kesepakatan RI-Belanda. Tentunya, bentuk negara federal belum terkonsep secara matang ketika diimplementasikan bersamaan dengan pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda pada 27 Desember 1949. karena itu, pelaksanaan federalisme saat itu berjalan ”serampangan” akibat ketiadaan konsep matang tentang RIS.
Di samping itu, motif politik dari Belanda perlu juga diperhitungkan dalam konteks RIS. Politik devide et impera sangat kental adanya. Indonesia diupayakan sebisa mungkin tak jadi satu kekuatan besar yang bisa menghalangi kembalinya kolonialisasi Belanda di nusantara. Faktor internal dan eksternal inilah yang jadi alasan utama mengapa pada 17 Agustus 1950 bentuk negara kembali pada kesatuan. Federalisme gagal karena berpotensi munculnya disintegrasi di negara yang baru lahir ini.
Konteks politik pada 1949-1950 tidaklah sama dengan sekarang. Ide negara federal tak boleh dimatikan begitu saja hanya dengan menunjuk kegagalan era RIS. Ide negara federasi bukanlah sesuatu yang ahistoris dalam peta pertarungan pemikiran politik di Indonesia. Ide ini pernah diusung oleh beberapa founding fathers Indonesia dengan munculnya perdebatan federalisme vs unitarisme. Karena itu, menggali lagi pemikiran tentang negara federasi di Indonesia bukanlah sesuatu yang salah, bisa jadi alternatif.
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H