Mohon tunggu...
Arief Setiawan
Arief Setiawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

pecinta kegilaan http://arieflmj.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berguru Pada Sedulur Sikep: Kejujuran dan Kesederhanaan Tak Hanya Ada di Langit

26 Mei 2011   15:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:11 1350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Wong Samin. Nama inilah yang lebih populer digunakan untuk menunjuk keberadaan komunitas sedulur sikep di wilayah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Nama Samin sering dimaknai konotatif meski sejatinya sikap lugu tersebut merupakan warisan perlawanan terhadap Belanda. Melawan dengan diam dan bersikap acuh terhadap perintah kolonial. Namun, sikap jujur, lugu, dan toleran dalam kultur mereka layak jadi pelajaran di tengah krisis kepercayaan saat ini.

Komunitas sedulur sikep yang hidup di daerah Blora, Cepu, Bojonegoro, dan Nganjuk tak bisa lepas dari keberadaan Samin Surosentiko. Tokoh masyarakat di sekitar wilayah tersebut mengajarkan perlawanan nir-kekerasan atas kolonialisme pada abad ke-19. Menolak membayar pajak dan segala hal yang berbau kolonial mereka lakukan, termasuk mengedepankan budaya “lugu” dalam menjalankan perintah kolonial. Mereka juga membangun sistem kepercayaan sendiri yang disebut agama adam.

Nilai yang diajarkan dalam ajaran samin bukanlah stereotipe yang selama ini berkembang dalam masyarakat. Mereka memang lugu dan semua teks ditafsirkan secara harfiah. Sikap ini tak bisa dilepaskan dari semangat melawan kolonialisme. Ajaran samin juga mengajaran cinta kasih sesama manusia dan toleransi. Bagi mereka, keberagaman merupakan sesuatu yang tak perlu diperdebatkan lagi. Keberagaman harus dihormati, bukan untuk diseragamkan, apalagi dipaksa untuk sama.

Pengalaman meniikmati keramahan sedulur sikep diceritakkan seorang kawan yang pernah tinggal beberapa hari bersama mereka. Tinggal bersama mereka memunculkan kesan amat dalam tentang keluguan, kejujuran, dan keramahtamahan yang alami. Mereka sangat menghormati siapa pun tanpa membeda-bedakan. Keikhlasan juga menyertai kehidupan sehar-hari mereka. Ketika kehilangan sesuatu, mereka tetap tenang, tak gusar.

Malinge iku lagi butuh le. Yo wis ben ae dienggo nyukupi kebutuhane (pencurinya itu sedang butuh nak. Ya sudah, biar saja dipakai untuk cukupi kebutuhannya) ,” ujar seorang kawan menceritakan kembali pernyataan seorang anggota komunitas sedulur sikep yang baru kehilangan sepeda anginnya.

Terhadap lingkungan, sedulur sikep punya kearifan dalam memelihara kelestariannya. Bagi sedulur sikep, lingkungan atau alam tak boleh ditaklukkan. Keseimbangan dengan alam harus dijaga untuk menjaga kelangsungan hidup. Hal ini erat dengan kehidupan sedulur sikep, sebagai petani. Bagi mereka, pekerjaan ialah bertani. Namun, seiring perkembangan zaman, konsep ini berkembang. Bekerja tak harus di sawah, bisa juga di ranah lainnya, kecuali berdagang. Mereka tak mengejar kekayaan material, lebih dari itu, mengutamakan pada kekayaan ingatan atau kewaspadaan (sugih eling).

Dalam menjalani hidup, sedulur sikep memunyai lima prinsip dasar (adeg-adeg) yang tak boleh dilanggar, yakni: jangan memiliki perasaan dengki srei, panasten, dakwen, kemeren. Selain itu, mereka juga selalu diajarkan untuk tidak bertindak bedog colong (mencuri), pethil jumput (mengambil sesuatu yang bukan haknya), dan nemu (menemukan sesuatu yang bukan miliknya). Kelima prinsip dasar inilah yang menuntun hidup sedulur sikep dalam menjalani kehidupan yang, menurut Raja Jayabaya, hanya sekedar nunut ngombe (menumpang minum).

Cap konotatif terhadap keberadaan sedulur sikep atau lebih populer disebut wong samin ini, harus dibuang jauh. Cerita yang selama ini berkembang di masyarakat terkait wong samin harus diubah. Bila perlu, nilai-nilai komunitarian sedulur sikep layak untuk jadi renungan bersama di tengah krisis multi-dimensi saat ini. Keluguan, kejujuran, dan kesederhanaan bukanlah sesuatu yang hanya ada di langit saja. Dalam komunitas sedulur sikep kita bisa menemukan hal itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun