Mohon tunggu...
Arief Santoso
Arief Santoso Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pekerja Lepas

Peserta BPJS tanpa Ketenagakerjaan, sebab semu dengan status pekerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memperbaiki Kebiasaan, Membiasakan Kebaikan

22 Oktober 2024   05:21 Diperbarui: 22 Oktober 2024   07:25 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kenal diri itu buahnya (nanti) tahu diri. Tahu diri nanti berbuah paham diri, sampai nanti pada titik ya diri kita itu tidak ada apa-apanya jika tanpa intervensi dari banyak unsur, utamanya kasih sayang Tuhan." -- salah satu Romo di daerah Jawa Tengah.


Kalau kita baik, maka kebaikan datang dari manapun dengan cara apapun. Maka, ayat mengenali diri sebagai jalan mengenali Tuhannya teramat jelas, karena bagaimana kita akan mengenali sifat baik Tuhan, kasih sayang dan cinta Tuhan jika kita tidak mengupaya untuk melakukan hal baik ke dalam diri.

Sesimpel memberi ruang kosong untuk merenung atau sekadar membeli nasi bungkus untuk asupan bekerja, itu sudah masuk mengenali diri sendiri. Mengenali apa yang dibutuhkan, mengenali apa yang sewajarnya diperlukan untuk mencari refleksinya. Apa sih refleksi dari hal simpel dari makan? Kita uraikan dari makan, kita punya energi untuk merasa, berpikir dan melakukan sesuatu. Jadi, muncul refleksi lanjutan yang bisa kita sebut pengetahuan, ya kita jadi tahu kalau makan adalah jalan cinta untuk tubuh sendiri. Dari jalan tersebut muncul banyak manfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Ketemu satu ya refleksinya.

Selanjutnya, kita merenungi kembali dan eksplorasi lebih dalam. Kalau makan itu apakah bisa disebut sebagai kebutuhan? Kemudian, apakah kebutuhan itu? Apa yang kita butuhkan di dunia selain makan? Hingga sampai pada titik; untuk makan, kita butuh upaya. Upayanya beragam, bisa menanam, bisa membeli, bisa memberikan manfaat atau hal-hal yang bisa kita lakukan. Artinya, selalu ada sebab mengapa kita makan, baik karena butuh atau hasil dari upaya. Oke, ketemu asumsi kedua dan bisa saja elaborasi ini berlanjut.

Eksplor kembali kebutuhan yang sudah sampai pada action after think, lalu kenapa manusia punya kebutuhan? Kenapa manusia punya ruang gerak terhadap kebutuhan? Bahkan, jika kebutuhan itu menjadi alamiah manusia, maka bagaimana peran makhluk selain manusia ini memberikan banyak pembelajaran di dunia? Pertanyaan filosofis sedemikian rupa yang awalnya karena makan menandakan pentingnya mengenali diri. Mengenali banyak hal dari diri sendiri hingga memunculkan banyak kemungkinan dan asumsi dasar, melahirkan kreasi, budaya sampai ragam karya dari makanan. Nah, mulai terbuka bahwa kebudayaan dan peradaban 'bisa saja' lahir dari kesadaran akan kebutuhan manusia. Terbuka kembali asumsi selanjutnya, dan bisa kita satukan menjadi kebenaran.

Oke, coba kita antarkan pada kebutuhan fisik, psikis dan spiritual. Dari makan, fisik terisi, psikis terjaga dan spiritual terus terlaksana. Meskipun ada tahap kebutuhan spiritual yang mewajarkan makanan sebagai langkah atau pantangan, tetapi tetap saja makanan dalam kacamata umum sudah jadi kebutuhan dasar.

Namun, asyiknya lagi; dunia memberikan kebutuhan dan memiliki kebutuhan sendiri. Tetapi, sedikit manusia yang menyadari itu, entah karena pandangan antroposentris dan teosentris yang merupakan ekosentris yang sejatinya sama dengan manusia secara hakikat.

Kebutuhan atau needs, bisa saja kita artikan sebagai ruang eksplorasi pada rasa ingin tahu, ruang berpikir dan pengendalian rasa dan pikiran untuk mengoptimalkan jalur spiritual yang dimiliki manusia. Makanya, ketiganya terus diselaraskan hingga mencapai label 'manusia' sebelum sidang pertanggungjawaban kelak. Dari sini, kita menemukan satu titik terang bahwa: membiasakan kebaikan untuk mencari kebijaksanaan dalam diri akan membawa kita pada mencintai diri sendiri dan melakukan perbaikan kebiasaan.

Asyik, kan, kalo kita menyadari term itu dalam kehidupan sehari-hari. Insya Allah bisa saling memberi manfaat, memberi buah manis, memberi pembelajaran dan kebijaksanaan satu sama lain tanpa batas waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun