Mohon tunggu...
Arief Rachman
Arief Rachman Mohon Tunggu... -

Badan Pekerja Institut Proklamasi dan Tinggal di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fauzi Bowo vs Jokowi = Megawati vs SBY Pilpres 2004?

27 Agustus 2012   15:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:15 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mencermati pertarungan Pilkada DKI putaran kedua yang akan dilaksanakan 20 September nanti sedikit banyak ada kesamaan dengan pertarungan Pilpres 2004 antara Megawati vs SBY. Terutama dalam strategy meraih simpati publik yang dilakukan pasangan calon bersama tim suksesnya dan ekspektasi masyarakat pendukungnya. Posisi Fauzi Bowo (kandidat incumbent Pilkada DKI 2012) dalam hal ini dapat disamakan atau mirip dengan Megawati Soekarno Purti (kandidat incumbent Pilpres 2004). Dan Jokowi (sang penantang) mirip dengan SBY.

Mengapa pertarungan Fauzi Bowo vs Jokowi disamakan dengan Megawati vs SBY 2004?.

Jawabannya adalah sebagai berikut; Perolehan suara pasangan Megawati-Hasyim Muzadi dalam pilpres 2004 pada putaran pertama kalah dengan dengan pasangan SBY-JK dan pasangan SBY-JK menang lagi dalam pilpres putaran kedua.  Megawati adalah calon presiden incumbent  didukung hampir semua jaringan birokrasi pemerintahan dan didukung partai-partai besar yang tergabung dalam Koalisi Kebangsaan. Sama dengan pilgub DKI, Fauzi Bowo (kandidat Incumbent kalah diputaran pertama) dan didukung partai-partai besar di putaran kedua namun hasil akhirnya kita lihat nanti. Kenapa Megawati kalah? Citra Megawati saat itu bisa dikatakan tidak terlalu buruk, karena saat itu dia hanya meneruskan sisa jabatan Almarhum Gus Dur yang digulingkan pada pertengahan 2001. Rezim Megawati "kadung" dicitrakan sangat negatif oleh hampir semua media massa (cetak dan elektronik) nasional. Pemberitaan dipenuhi dengan skandal korupsi, perjudian dan isu kemiskinan. Ditambah dengan maraknya aksi-aksi demonstrasi mahasiswa Anti Rezim Megawati, akhirnya Megawati kalah dan terpental keluar dari Istana. Citra Megawati saat itu hampir sama dengan citra Fauzi Bowo saat ini, dianggap tidak berbuat banyak untuk masyarakat, dicitrakan negatif beberapa media massa dan didemo mahasiswa. Walaupun tuduhan itu tidak pernah dibuktikan kebenarannya. Peran media massa dalam hal ini sangat mempengaruhi karena perebutan diruang opini publik.

SBY yang waktu itu adalah calon presiden yang tidak terlalu diperhitungkan  akhirnya memenangkan  Pemilihan Presiden 2004 dengan mudah. Bagaimana SBY bisa menang dalam Pilpres 2004? SBY dikenal sebagai calon presiden yang mengandalkan pencitraan dan mampu memeran sebagai orang yang terdzolimi (karena pernyataan Taufiq Kiemas) sehingga membuat rakyat simpati kepadanya, ditopang dengan dukungan media massa nasional serta "amunisi" lumayan banyak. Jargon yang diusungnya adalah "Perubahan" dikemas apik oleh Eef Saefuloh Fatah (konsultan politik dan pencitraan) SBY. Sama persis dengan yang diperankan Jokowi saat ini.

Ekspektasi masyarakat pada SBY saat itu sangat tingggi karena menjanjikan perubahan yang akan membawa bangsa Indonesia lebih baik, sejahtera dan bersih KKN (korupsi,kolusi dan nepotisme) sama dengan ekspektasi masyarakat pada Jokowi. Namun, beberapa kalangan harus kecewa karena rezim pemerintahan SBY tidak seperti apa yang mereka harapkan. Rakyat kala itu tersirap dengan pencitraan yang dibuat tim sukses SBY. Dan, Megawati yang dikenal sebagai sosok pemimpin sederhana dan tidak munafik kalah dalam pertarungan pilpres karena tidak pandai membangun citra positif yang penuh kepura-puraan.

Dari uraian diatas penulis berkesimpulan strategi yang digunakan dalam pertarungan SBY vs Megawati dalam Pilpres 2004 banyak kemiripan dengan pertarungan Pilkada 2012 Fauzi Bowo vs Jokowi begitu pula dengan beberapa konsultan dibelakangnya. Namun untuk menyamakan hasil pertarungan Pilpres 2004 dan Pilkada 2012  kita harus menunggu pada waktunya nanti. Dan semoga masyarakat tidak tertipu dengan "kemasan" bagus tapi palsu dan menyesal dikemudian hari karena yang dipilihnya tidak bisa berbuat banyak untuk mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun