Sore ini, saat membuka laman Facebook, saya mendapati postingan menarik.. Rupanya, 12 tahun lalu, 17 Mei 2006, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah mencanangkan "Gerakan Pemberdayaan Perpustakaan di Masyarakat" Lewat gerakan ini, SBY mengajak bangsa Indonesia untuk mengembangkan semua jenis perpustakaan pada setiap kantor pemerintah dan swasta, hingga di tingkat rumah tangga; bahkan juga di tempat-tempat pelayanan publik, misalnya, stasiun kereta api, bandar udara, mall, hingga rumah-rumah ibadah.
Tidak bisa ditafik kalau semasa pemerintahan SBY memang banyak pustaka-pustaka berdiri. Sempat marak pembukaan pustaka di mall, juga taman bacaan di tingkat pemukiman yang dikelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Bersama Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (Sikib), Ibu Ani Yudhoyono juga turun ke pelosok-pelosok Indonesia dengan program rumah pintarnya.
Kecintaan SBY kepada buku bukan pencitraan. Di kediaman SBY di Cikeas, ada sekitar 200 ribu buku dalam berbagai bahasa. Ketika pulang dari lawatan ke luar negeri, SBY terbiasa singgah di toko untuk membeli beberapa buku penting tentang politik, manajamen kepemimpinan, dan biografi. Buku menjadi salah satu barang favorit untuk dijadikan hadiah atau cenderamata dari SBY, baik kepada keluarganya, maupun tamu-tamu negara.
Bagi SBY, buku adalah mahkota seorang pemimpin. Buku memperkaya gagasan, serta menambah perbendaharaan kata. Telisik saja pidato-pidato SBY itu! Amat kaya gagasan, alur, dan bahkan diksi. Kalau SBY sudah bicara, enak didengar. Bukan cuma bernas, tetapi santun, dan lagi-lagi layak kutip menjadi kata-kata inspirasi. Bacalah Twitter dan Facebook SBY yang ditandai *SBY*, sebagai pertanda kalau itu postingan langsung SBY, yang layak kutip, banyak kata-kata yang quotable.
Wajar kalau kita kemudian mengenal SBY sebagai pencipta dan penulis lirik-lirik lagu yang menyentuh kalbu. Pelbagai syair dan lirik itu adalah manisfestasi dari refleksi kesehariannya seorang SBY, seorang pemimpin besar Indonesia. Ini tentu tak bisa dipisahkan dari keakraban SBY dengan buku, buku sebagai sahabat inspiratif baginya.
Lewat buku, kita bisa membaca warisan pemikiran-pemikiran besar. Ini klop dengan jejak langkah  SBY  yang mendirikan banyak museum, baik yang basisnya sosial budaya, sejarah bangsa, atau institusi negara.Â
Museum-museum ini mengoleksi banyak buku tertentu yang bisa mendorong generasi muda mencuatkan gagasan-gagasan pemikiran baru. Salah satu museum terpenting yang dirancang SBY adalah Museum Presiden. Museum ini dapat menjadi sandaran untuk tahu bagaimana jejak pemikiran presiden-presiden RI dalam waktu kebangsaan dan ruang kenegaraan kita.
SBY pun tergolong giat menuliskan pemikiran-pemikiran besar lewat buku. Ketiklah lema 'buku tulisan SBY' di google, dan mesin mencari itu akan memperlihatkan kita banyak judul. Secara spesifik, dari 2000-2014, saya mencatat ada 19 buku yang ditulis SBY. Artinya, di tengah kesibukannya mengurus negara, setiap tahunnya SBY menerbitkan satu-dua buku. Tidak salah rasanya bila saya menyebut SBY adalah Presiden RI yang paling produktif dalam menulis, baik berbentuk buku, puisi atau pun lagu.
Akhir kata, dalam peringatan Hari Buku Nasional kali ini, ada baiknya kita merenungi pendapat SBY perihal budaya membaca. SBY percaya bahwa masyarakat pembelajar mesti diawali dengan masyarakat yang gemar membaca. Dari titik itu bangsa Indonesia akan bergerak menuju masyarakat profesional berbasis pengetahuan, dan kemudian menjadi masyarakat maju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H