Hal ini sebagaimana diatar dalam beragam regulasi, baik UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan, hingga Peremdikbud dan Permekeu.
Tunjangan profesi guru diberikan sebagai bagian dari penghargaan atas kompetensi, kualifikasi, dan profesionalisme guru. Idealnya memang diberikan demikian. Sekali lagi saya tegaskan bahwa, TPG diberikan atas penghargaan kompetensi, kualifikasi, dan profesionalisme. Bukan bagi guru yang inkompentensi, nir kualifikasi, dan nir profesionalisme. Mari kita lihat bersama realitasnya.
Saya akan mengukur profesionalisme kinerja guru bersertifikasi berdasarkan nilai Uji Kompetensi Guru dalam rentang 2015 -- 2017. Berdasarkan hasil UKG, guru yang bersertifikasi memperoleh rata-rata nilai berkisar di angka 50-60 dari skala nilai 100. Angka ini menunjukkan bahwa banyak guru tersertifikasi memiliki pemahaman dasar yang di bawah rata-rata nilai yang belum mencapai 70.Â
Artinya, masih banyak ruang yang cukup luas guna peningkatan kompetensi guru. Seharusnya dari sinilah kita melihat bahwa, kompetensi pengetahuan guru yang ditetapkan dalam undang-undang masih jauh panggang daripada api. Seharusnya tunjangan profesi guru tidak layak diberikan bagi guru inkompetensi dan nirkualifikasi.
Kebanyakan guru yang tersertifikasi dan menerima tunjangan profesi guru cenderung memiliki gaya hidup yang highclass, mewah, konsumtif-hedonistik. Guru penerima TPG pula cenderung meningkatkan kualitas hidup pribadi, ketimbang peningkatan kualitas hidup pembelajaran siswa. Andai saja Kementerian keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.02/2021 tentang Pengelolaan Dana PPG, menambahkan satu instrument untuk pelaporan pertanggungjawaban atas keuangan yang diterima oleh guru tersertifikasi.Â
Misalnya membagi persentase untuk kebutuhan penunjang media belajar siswa, peningkatan kualitas hidup siswa, dan kebutuhan dasar untuk update pengetahuan dengan membeli buku. Jika tidak dikontrol demikian, saya pastikan guru tersertifikasi dan kualitas pembelajaran siswa akan stagnan. Guru akan berfoya dengan tunjangan profesi gayanya. Guru tersertifikasi pula akan terus bersikap konsumtif guna pemenuhan standar dan kualitas dirinya.
Saya membayangkan kedepan, semoga ini tidak terjadi. Guru tersertifikasi alih-alih meningkatkan gaya belajar siswanya, malah yang meningkat gaya hidupnya. Guru tersertifikasi alih-alih menambahkan kualitas mendidiknya, malah menambahkan konsumerismenya.Â
Mari pula kita tanyakan bersama kepada guru tersertifikasi, apakah kualitas belajar siswanya yg meningkat atau malah gaya hidupnya yang meningkat? apakah tanggung jawab mendidiknya yang bertambah atau sikap konsumtifnya yang bertambah? Semoga TPG tetap tunjangan profesi guru, bukan tunjangan profesi gaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H