Isra Miraj 27 Rajab 1444 Hijriah, adalah peringatan hari besar umat Islam yang berkait kelindan dengan peristiwa kenabian ihwal diperjalankannya seorang manusia agung dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa. Berlanjut menembus langit tak terbatas menghampiri Ilahi untuk menerima perintah shalat sebagai bentuk bakti hamba kepada Tuhan-Nya.
Secara etimologi Miraj memiliki arti naik. Frasa naik dapat dimaknai sebagai capaian puncak tertinggi secara ruhani melalui pendakian yang melewati rintangan dengan mengerahkan beragam ikhtiar pikir, laku hidup, dan akhlak kemanusiaan secara optimal. Kenaikan ini tidaklah mungkin dicapai tanpa melewati serangkaian ujian, dan lulus atas segala bentuk pertanyaan pelik kehidupan yang menghampiri.
Persoalan kehidupan kemanusiaan kita hari ini kadangkala banyak diwarnai dengan konflik horizontal sesama manusia dan anak bangsa. Bahkan tak ayal kita mendengar sesama saudara saling cakar berebut benar. Tidak hanya itu, konflik horizontal ini juga merambah hingga berbagai komunitas etnis, partai politik, aliran kepercayaan, dan komunitas antar iman.
Satu hal yang tak mungkin dielakkan dari dinamika kemanusiaan dan keagamaan adalah keterlibatan politik di dalamnya. Sejarah Panjang agama selalu bertumpu dan terhubung dengan ingar-bingar politik, bahkan boleh jadi keunggulan sebuah mazhab/ aliran kepercayaan, tampil ke permukaan ditopang oleh politik. Oleh sebab itulah, sejatinya politik dan keagamaan adalah dwilogy yang memiliki titik hubung dengan relasi kemanusiaan.
Tahun depan di 2024 menjadi tahun politik bagi kita. Bangsa ini akan menggelar hajat demokrasi, pemilu lima tahunan untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat yang mewakili seluruh lapisan masyarakat. Gegap gempitanya mulai terasa hari ini. Beragam partai tengah menjajaki, membongkar pasang koalisi, hingga menampilkan "wajah berseri" nya untuk menggaet pemilih nanti.
Ruang publik dan kemanusiaan kita mulai dipadati dengan gambar-gambar calon penguasa negeri ini. Hal semacam ini dapat dimungkinkan kurang terciptanya dialog deliberatif, yang ada malah komunikasi satu arah. Dalam hal ini, kemanusiaan kita dipaksa untuk membaca, melihat, dan menyaksikan tampilan wajah yang dipoles kata-kata menjanjikan perubahan dan harapan di masa mendatang.
Politik tanpa kesadaran kemanusiaan menjadi semacam alat buas yang menerkam, mengeruk, dan memonopoli tatanan kehidupan bangsa ini. Politik diperalat untuk menggerus keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan kemanfaatan khalayak. Bahkan yang lebih mengerikan adalah memperalat ayat-ayat agama untuk kepentingan mendulang suara.
moralitas politik yang menyentuh lelangit kemanusiaan. Demokrasi dan politik yang memberikan kesejahteraan, kedaulatan, dan kebahagiaan seluruh umat manusia. Menjadikan negara yang bermartabat, inklusif dan kosmopolit.
Maka, sudah saatnya dinamika politik kita tidak lagi menjadikan alat transaksional dan electoral. Tidak lagi sebatas pendulang popularitas dan elektabilitas. Melainkan, miraj, naik, mendaki, dan menggapai derajat politik kemanusiaan yang mewujud harmoni sosial-universal. Oleh sebab itulah, momentum Isra Miraj memesankan kepada kita untuk menggali kesadaran kemanusiaan, menjalin relasi komunikasi yang baik antar sesama secara egaliter, terbuka, dan demokratis. Miraj menjadi pendongkrak untuk menaikan mutu demokrasi substantif sekaligusBaca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H