Tahun baru ini awal untuk memulai kembali pembelajaran di semester genap. Setelah sebelumnya menyelesaikan serangkaian kegiatan pembelajaran di semester ganjil. Segala hiruk-pikuk, dinamika,dan fluktuasi prestasi telah dialami siswa. Beberapa di antaranya ada yang mengalami peningkatan prestasi, stagnasi, hingga penurunan prestasi belajar. Namun demikian, masih ada satu semester kedepan untuk memaksimalkan hasil pembelajaran.
Hasil pembelajaran siswa diukur sekurang-kurangnya berdasarkan pada empat kompetensi; Kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Hal inilah di antaranya yang menentukan sejauhmana siswa tersebut cakap dalam sikap, uggul dalam pengetahuan, dan luwes dalam keterampilan. Lebih jauh, kompetensi ini pula lah yang menentukan peningkatan kualitas pendidikan kita. Meski masih banyak indikator, ukuran penilaian, dan serangkaian variabel lain yang turut serta memengaruhi kualitas pendidikan negeri ini.
Â
Namun, rupanya peningkatan kualitas pendidikan kita masih menempuh jalan terjal berliku, masih banyak pula persoalan turunan yang membuntutinya. Berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada tahun 2021 menunjukkan bahwa, satu dari dua siswa kita hanya mencapai kompetensi minimun literasi. Satu dari tiga siswa di antaranya sudah mencapai kompetensi minimum untuk numerasi.Â
Asesmen Nasional ini mengevaluasi hasil belajar kognitif siswa dalam bidang literasi dan numerasi. Tidak hanya itu, Asesmen Nasional juga mengukur hasil belajar karakter, serta kualitas lingkungan belajar termasuk di dalamnya proses pembelajaran dan iklim lingkungan sekolah. Asesmen Nasional melibatkan 7 juta siswa, 3,9 juta pendidik, dan 285 ribu kepala satuan pendidikan pada jenjang sekolah dasar dan menengah.
Hasil Asesmen Nasional ini memberikan kesadaran penuh bagi kita untuk selalu meningkatkan kualitas belajar siswa, meneguhkan karakter, serta terus mengupayakan lingkungan belajar dan iklim sekolah yang kondusif. Hal ini perlu ditunjang dengan berbagai sumber daya yang mumpuni dan sarana-prasarana yang representatif.
Jika melihat kondisi geografis Indonesia yang teridiri dari beragam kepulauan, maka kita akan melihat dan membayangkan pula bagaimana kondisi dan iklim pembelajaran di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal), rupanya masih menyisakan persoalan, utamanya soal disparitas. Disparitas atau kesenjangan hasil belajar antar wilayah di Indonesia masih cukup tinggi.Â
Misalnya, capaian kompetensi minimum dalam bidang literasi siswa SD/sederajat di Pulau Jawa lebih tinggi sebesar 60-70% dibandingkan dengan daerah di luar Pulau Jawa yang kurang dari 30%. Tidak hanya itu, disparitas hasil belajar antar sekolah di tingkat daerah juga cukup variatif. Misalnya, disparitas literasi di beberapa daerah dalam tingkat literasi antara 10% dengan skor tertinggi dan 10% dengan skor terendah mencapai 26-28 poin, atau sekira 2,32 sampai 2,5 kali simpangan bakunya.Â
Daerah lain menunjukkan kesenjangan yang lebih kecil, sekira 10 sampai 12 poin (1 kali simpangan baku). Meski demikian, variatifnya kesenjangan antar sekolah, kelompok sosial ekonomi, hingga tingkat gender di setiap daerah memberi harapan bahwa kesenjangan dapat diatasi melalui kebijakan. Lantas, kebijakan seperti apa yang mampu meningkatkan kualitas pendidikan kita? apa saja kualitas pendidikan kita yang perlu ditingkatkan?
Kebijakan Afirmatif-Transformatif
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang menggawangi bidang pendidikan harus merumuskan kebijakan yang afirmatif dan transformatif bagi dunia pendidikan di masa mendatang.Â
Rancangan kebijakan harus mulai disusun berdasarkan pada prinsip perbaikan kualitas yang didasari pada nilai-nilai luhur bangsa. Kebijakan yang terukur, akuntabel, dan transparan harus mampu menyasar semua spektrum pendidikan dengan keberpihakan sebanyak-banyaknya untuk peningkatan kualitas pendidikan seluas-luasnya.