Negeri tirai bambu China seolah tidak berhenti bikin sensasi. Di bidang keamanan buat sensasi dengan bangun pangkalan di kepulauan yang jadi sengketa di laut China Selatan. Di bidang ekonomi buat heboh dengan jor-joran kasih utang ke Afrika dan Asia, termasuk Indonesia. Publik tentu masih ingat dengan kehebohan publik karena proyek kereta cepat, PLTU 35.000 MW, tol laut yang konon sebagian besar merupakan pinjaman dari China. Satu lagi yang bikin heboh di awal tahun 2016 yaitu pada transfer pemain musim dingin rekor bukanlah dipecahkan oleh klub Eropa tetapi adalah klub sepak bola China.
Lihatlah bagaimana Liverpol keok oleh klub China Jiangsu Suning untuk perburuan pemain Shaktar Donest Alex Texeira dengan harga 50 juta euro atau sekitar 764 miliar yang memecahkan rekor sebelumnya oleh Guangzou Evergrande saat membeli Jackson Martinez bintang Timnas Kolombia yang bermain di Atletico Madrid dengan nilai transfer mencapai 42 juta euro atau sekira Rp643 miliar. Aksi heboh klub China ini karena mereka sudah mulai menembus kejuaraan dunia antar klub yang selama ini masih pelengkap penderita dan tentunya ingin naik kelas.
Motivasi klub China tidak hanya didukung oleh dana yang melimpah karena ekonomi China yang down dari 10% ke 7% selama 3 tahun terakhir, akibatnya banyak dana parkir di China. Sebagian dispekulasikan di pasar saham sehingga saham di Bursa China mengalami koreksi/penurunan paling tajam di tahun 2015 dibandingkan bursa negara maju dunia lainnya. Namun lebih dari itu, bahwa klub-klub sepakbola Eropa seperti Real Madrid, Manchester United dan lain-lain memiliki basis fans terbesar di China, sehingga penjualan merchandise dan jersey club tersebut sebagian besar juga berasal dari China.
Tengoklah mana ada klub tersebut diatas yang terkenal itu tidak mengadakan tour pra musim di China? semua pasti melakukan tour di sana. Mungkin dari "fee tour" besarnya hanya miliaran rupiah dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pemasukan club, tetapi klub Eropa tersebut berpikiran jangka panjang dengan membangun basis fans maka TV di China akan menyiarkan pertandingan sepakbola klub tersebut, penjualan jersey dll. Semakin banyak siaran TV terhadap suatu klub maka semakin besar pula penerimaan dari jasa hak tayang tersebut. Lihatlah meskipun harga siaran langsung Liga Ingris naik terus.
Pada musim kompetisi 2016-2019 hak siar Liga Inggris mencapai Rp 99 triliun atau naik 41% pada kurun waktu 3 tahun terakhir. Tengoklah biaya siaran liga Inggris di Indonesia yang tiap tahunnya menyentuh kisaran Rp 100 miliar. Ya..sepak bola terlah menjadi industri yang menarik untuk tujuan investasi.
Bicara industri sepakbola maka ada beberapa komponen seperti : PSSInya suatu negara, klub, pemain, agen, TV/lembaga penyiaran, periperal pendukung pemain seperti kostum, sepatu dan hak ekslusif pemain serta masih banyak lagi. Pembelian hak siar Indoensia dari pemegang hak siar Inggris tentu sudah "dipajaki keuntungan". Ibarat beli hak siar 3 tahun senilai Rp 100 triliun tentu harus bisa dijual senilai Rp 200 triliun selama 3 tahun supaya untung.
China fokus pada ekonomi domestik
Mengapa ekonomi China babak beluar (masih Ok sich 7% tapi dibanding selama 2 dasawarsa yang double digit tentu turun banyak), karena hal ini adalah ekonomi China di topang dari ekspor manufakturnya. Pasar utama yaitu Amerika Serikat dan Eropa sedang ambruk ekonominya sehingga kinerja manufaktur menjadi turun. Menyadari hal tersebut Pemerintah China mulai akan fokus pada penguatan ekonomi domestik. Bicara ekonomi domestik seperti yang terjadi di Indonesia maka kekuatan utamanya adalah pertumbuhan yang berasal dari konsumsi penduduknya.
Naahhh...membangun industri sepak bola adalah bagian dari strategi meningkatkan belanja konsumsi penduduk China. Pemerintah China tentu sadar jika belanja konsumsi sepak bola lari keluar negeri maka tentu akan menekan kinerja ekonomi dengan semakin banyak devisa yang tergerus. Agar "duit tidak kemana-mana" maka duit harus diputar di dalam negeri, inilah maka ketika klub China jor joran berli pemain mahal dari Eropa tidak ada "semprit/larangan" dari Pemerintah.
Memang masih butuh banyak waktu apakah eksperiman ini akan berhasil. Tengoklah Manchester City maupun Paris Saint Germain yang sudah habis belasan triliun rupiah tetap belum bisa masuk ke jajaran klub elit Eropa. Artinya soal prestasi adalah hal yang berbeda. Namun bagi China hal ini tidak menjadi persoalan karena tujuan pertama tentu bukanlah prestasi sepak bola tetapi adalah tumbuhnya industri sepak bolah.
Indonesia Lebih Hebat Beli Klub Inter Milan