Visi Maritim Jokowi terancam akibat kuatnya lobi dan gerakan “Mafia Ikan” untuk merivisi Perpres No 44 Tahun 2016 yang memasukkan perikanan tangkap sebagai satu-satunya sektor strategis yang “haram buat asing”. Kekayaan alam Indonesia apa coba yang sudah tidak bisa dimasuki asing? Tambang, air, migas, perkebunan, pendidikan, kesehatan, perumahan, infrastruktur dan semua sektor lainnya sudah dimasuki asing. Bahkan ada beberapa sektor seperti migas, tambang dan lainnya yang kepemilikan asing diperbolehkan sampai 99%.
Tidak hanya menghadapi beberapa oknum DPR, pejabat Pemerintahan, akademisi dan pelaku ekonomi yang ngotot untuk revisi Perprs 44 tahun 2016, jaringan intelijen dan lobi asing juga gencar melakukan upaya revisi, khususnya dari China. Terlebih perairan China sudah over fishing dan melakukan moratorium penangkapan ikan. Akibatnya puluhan ribu armada penangkapan ikan China menganggur. Begitupula Vietnam dan Thailand, negara yang secara teoritis memiliki perairan yang sangat kecil dan terbatas, namun produksi ikan tangkapnya mengalahkan Indonesia.
Akibat kebijakan yang longgar, dan bisa dikatakan mengobral perijinan untuk kapal ikan asing. Dalam kurun waktu 10 tahun saja, sejak 2004 potensi ikan tangkap di laut Indonesia menurun drastis dari 16 juta ton menjadi sekitar 4 juta ton di tahun 2014. Dalam waktu 2 tahun saja sejak moratorium perijinan ikan tangkap untuk kapal asing, di tahun 2016 potensi ikan tangkap di Indonesia kembali naik ke angka 12 juta ton atau recovery 300%. Di belahan dunia lain, ekspor ikan China, Vietnam dan Thailand anjlok.
Sejak tahun 2015 kontribusi perikanan dan kelautan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional terus naik pada kisaran 7% atau diatas pertumbuhan ekonomi nasional di kisaran 5%. Jumlah ikan melimpah, nelayan mudah menangkap ikan dan tentu saja konflik antar nelayan karena ikan di wilayah tangkapnya habis (diibawah 12 mil laut) tidak terjadi. Dahulu kala sering ada perkelahian nelayan Rembang dengan Kalimantan karena berebut ikan di selat Karimata. Nelayan Madura dengan Lumajang, Probolinggo dan lainnya.
Bahkan Menteri Susi dalam suatu acara buka puasa menyatakan, sejak berhenti beroperasinya ribuan kapal asing, Menteri ESDM Sudirman Said saat itu mengatakan ratusan ribu kilo liter alokasi Solar Subsidi untuk nelayan tidak terserap. Jadi selama ini kapal ikan asing sudah mencuri ikan di Indonesia (bagi kapal yang legal, melakukan transipment/pemindahan kapal di laut sehingga tidak bayar pajak), memakai BBM Solar Bersubsidi dan bahkan ada yang mendapatkan pengawalan pula.
Teknologi canggih dan kapal berukuran besar milik asing dengan cepat menghancurkan populasi ikan di Indonesia. Menteri Susi mengatakan salah satu kapal ikan asing terbesar yang pernah ditangkap memiliki panjang jaring 299 km. Jadi sepanjang Semarang-Surabaya terbentang 1 jaring kapal ikan. Untuk wilayah perairan Arafuru yang panjangnya sekitar 700 km, cukup 3 kapal saja dan selesai satu area yang luas ikannya diambil asing. Fakta itulah yang membuat dalam waktu 10 tahun saja potensi ikan tangkap di Indonesia menyusut drastis dari 16 juta ton menjadi 4 juta ton.
Lihatlah McDonald yang sudah menjual dalam menunya “menu Ikan”. Kampanye gemar makan ikan serta ketersediaan ikan yang mencukupi, telah mendorong jaringan waralaba dunia tersebut menyediakan menu ikan. Ini sejalan dengan isi Pepres No 44 Tahun 2016 yang membuka 100% asing untuk berinvestasi di sektor pengolahan. Sektor ini membutuhkan investasi besar dan teknologi tinggi cocok untuk asing. Sedangkan sektor perikanan tangkap cocok dengan fakta bahwa mata pencaharian terbesar kedua rakyat di Indonesia atau sekitar 24% adalah nelayan atau menghidupi sekitar 62 juta penduduk Indonesia.
Dibukanya investasi perikanan tangkap bagi asing, maka kondisi laut Indonesia akan kembali seperti dulu. Apakah Pemerintahan Jokowi akan mengorbankan penghidupan 62 juta rakyat Indonesia, demi segelintir pengusaha perikanan?. Apakah konsep Indonesia poros maritim dunia yang menjadikan laut masa depan hanyalah janji Kampanye 2014 semata? Jawabannya ada di Perpres 44 tahun 2016. Jika Jokowi sampai merevisi Perpres 44 Tahun 2016 dan membuka perikanan tangkap bagi asing, sudah diduga ada kepentingan Pemilu 2019 di sana, dan tentu saja “janji adalah janji omong kosong”.
Tentu saja ditunggu aksi Menteri Susi Pudjiastuti untuk mundur dari Kabinet Jokowi-JK jika sampai ada revisi Perpres No 44 Tahun 2016. Biarlah meninggalkan jejak positif dengan kebijakan “Kedaulatan laut” yang ngotot diperjuangkannya dan menjadi sejarah Indonesia. Hanya di laut saat ini Indonesia berdaulat. Dalam waktu 2 tahun saja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menenggelamkan sebanyak 236 kapal dari 781 yang ditangkap, sejak 2014 hingga akhir 2016, kapal-kapal asing belum jera mencuri ikan di Indonesia. Sepanjang 2016 saja ada 236 kapal asing yang ditenggelamkan. Dapat dibayangkan jika kapal asing diperbolehkan menangkap ikan, sudah pasti akan semakin marak pencurian ikan. Mencuri secara legal dan ilegal.
Benteng kedaulatan perikanan laut sekarang berada di Jokowi. Sikap tegas Presiden untuk menolak Revisi Perpres No 40 Tahun 2016 sangat diharapkan, dan menunjukkan Jokowi konsisten dengan visi Maritim yang diusungnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H