Mohon tunggu...
Arief
Arief Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Pernah nulis dibeberapa media seperti SINDO, Jurnas, Surabaya Post, Suara Indonesia (dulu dimasa reformasi), Majalah Explo dll. ( @arief_nggih )

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Industri Semen: Perusak Alam atau Penyelamat Lingkungan?

22 Desember 2016   07:41 Diperbarui: 18 Januari 2017   20:03 3875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah 2 tahun masyarakat Indonesia disuguhi drama dan telenovela hiruk pikuk pabrik semen di Rembang milik Semen Indonesia Group. Kasus ini bermula dari penolakan sebagian masyarakat lokal yang didukung oleh pentolan LSM dari Pati dan Walhi saat groundbreaking pabrik semen di Rembang pada sekitar bulan Juni 2014. Aksi penolakan menjadi tidak ada habisnya karena dari kubu penolak “mempermanenkan” aksinya dengan membuat tenda perjuangan, mengundang orang-orang Jakarta, bahkan menyatroni Dian Sastro saat syuting film Kartini, sehingga artis ini menjadi gelagapan salah tingkah dalam menentukan sikapnya. Bahkan mampu menempus istana dan diterima oleh Presiden Jokowi, bahkan aksi petani vs perusahaan sawit yang lebih besar tidak ada yang penolaknya diterima Presiden, termasuk ramainya kasus pembakaran hutan di Sumatera tahun lalu.

Keresahan warga penolak pabrik semen salah satunya dilandasi kekhawatiran akan rusaknya karst kendeng di sekitar lokasi tambang yang akan menyebabkan berkurangnya debit air dan berdampak negatif pada pertanian. Bahkan warga penolak pabrik semen Rembang sampai mengirimkan kultwit ke Sekjen PBB dan melaporkan terjadi #deforestation di Rembang karena berdirinya pabrik semen.

Pada sisi yang berbeda mayoritas warga Rembang menyambut suka cita hadirnya pabrik semen di Rembang karena memberikan harapan penghidupan yang lebih baik. Begitupula Pemerintah daerah Kabupaten Rembang memberikan apresiasi atas berdirinya pabrik semen milik Semen Indonesia. Sikap ini tentu wajar karena Kabupaten Rembang adalah kabupaten termiskin ke-3 di Jawa Tengah, dan kabupaten termiskin di Pati Raya (Pati, Rembang, Blora, Grobogan dan Jepara). Tentu sebagai daerah yang memiliki sejarah besar di masa lampau, yaitu tempat lahirnya Kartini sosok perempuan yang ingin agar kaumnya mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan agar mampu melahirkan dan mengajarkan pengetahuan bagi generasi penerus Rembang.

Kisah horor industri semen

Industri semen lekat dengan isu negatif lingkungan, antara lain bahan baku utama adalah kapur dan tanah liat yang merupakan bahan alam yang tidak dapat diperbaharui. Pegunungan kapur sendiri “memiliki peluang” sebagai tempat penyimpanan air tanah yang menjadi mata air untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari maupun pertanian. Industri semen diisukan membutuhkan air untuk produksinya sehingga akan bersaing dengan kebutuhan air untuk pertanian. Cerobong-cerobong pabrik semen akan menyemburkan asap dan debu yang menjadi pencemaran udara. Produk semen selain memiliki manfaat positif sebagai bahan bangunan, juga memiliki dampak negatif karena tanah yang tertutup semen maka akan menyumbat pori-pori tanah sehingga air akan run off tidak meresak di tanah dan berpeluang terjadi banjir karena saluran air tidak mampu menampung limpahan air yang tidak terserap tanah.

Berbagai penyakit yang berhubungan dengan pernapasan menjadi cerita, sebagai konsekuensi debu akibat berdirinya pabrik semen. Lahan pertanian juga terancam dengan tertutupnya daun oleh debu sehingga mengurangi produktivitas hasil pertanian atau bahkan membuat tanaman mati.

Industri semen era modern adalah solusi penyelamatan lingkungan


Jika ada yang berpendapat bahwa industri semen di era modern memiliki andil dalam menyelamatkan lingkungan, maka bisa jadi pendapat ini akan dianggap gila?. Tentu gila bagi bagi orang-orang yang tidak pernah mengikuti perkembangan jaman, bahwa dengan ilmu dan pengetahuan tidak ada kata yang tidak mungkin. Jaman dahulu proses membuat semen seperti proses membuat kertas, dibuat terlebih dahulu “bubur kertas” yang butuh banyak air lalu dibakar sampai airnya habis, baru kemudian dikeringkan dan digiling. Dapat dibayangkan jika kapasitas produksi industri semen di Indonesia menggunakan teknologi “JADUL”, maka dengan kapasitas 90 juta ton maka berapa milyar kubik air yang dibutuhan tiap tahun?. Berapa puluh ribu MW kebutuhan listik artinya berapa puluh juta ton batu bara setiap tahun dibutuhkan.

Saat ini industri semen tidak hanya semakin efisien sehingga mengkonsumsi energi jauh lebih sedikit karena proses pembuatan semen adalah proses kering tanpa air, namun dengan suhu pembakaran untuk membuat semen yang mencapai 1.400 derajat celcius maka pabrik semen ini bisa menjadi solusi lingkungan. Bahkan dengan kemajuan teknologi, industri semen menjadi solusi bagi limbah industri lain. Saat ini limbah B3 dan limbah industri dijadikan pabrik semen sebagai bahan baku untuk mengurangi penggunaan bahan baku alam. 

Selain kapur dan tanah liat sebagai bahan baku utama, maka bahan baku semen antara lain membutuhkan silica, pasir besi, gypsum, limbah pemboran minyak dan lainnya. Salah satu fungsi gypsum adalah mengurangi kecepatan pengeringan kapur, sehingga tidak timbul retakan pada bangunan dan lain-lain. Beberapa industri semen (belum semua) menggunakan limbah sebagai bahan baku antara lain fly ash (limbah pembakaran batubara), paper sludge (limbah pabrik kertas), cupper slag (limbah pabrik besi-baja), dan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun