Â
Pasar Ojek Online Membesar dan Jenuh, Pengojek Sudah Tidak Ada Kesempatan Lagi Balik Jadi Pengojek Pangkalan
Jumlah penumpang pengguna ojek akan terbatas, oleh karena itu semacet-macetnya Jakarta tetap saja taksi dan angkutan umum lainnya kebagian penumpang karena berbagai faktor yang tidak dimiliki oleh kendaraan ojek, seperti: faktor panas/hujan (khususnya hujan maka meski berdesakan di Metromini/Kopaja akan lebih nyaman dibanding ojek), pembatasan jalur sepeda motor yang setelah diterapkan di Thamrin akan ditambah ke ruas lainnya, dan faktor lainnya.
Artinya suatu saat "jumlah pengguna ojek" akan berhenti/stagnan pada angka tertentu karena mekanisme pasar, sedangkan jumlah armada ojek online terus bertambah. Sehingga yang saat ini pengojek online "dengan nyantainya akan memilih" penumpang yang akan dijemput, maka suatu saat (tidak lama lagi) akan berebut "memencet tombol pick up" sebelum didahului pengemudi ojek online lainnya. Sehingga jika saat ini mengantar 10 penumpang dengan mudah diperoleh, suatu saat nyari 5 penumpang akan susah. Sehingga pada kondisi ini maka pendapatan pengojek online akan turun drastis.
Cilakanya saat pengojek online karena merasa pendapatannya "kok 11-12" dengan pendapatan sebagai pengojek pangkalan (ojek pangkalan punya keunggulan ada pasar yang pasti di sekitar dia mangkal dan mungkin sebagian adalah para langganannya) akan berpikiran berhenti menjadi pengojek online dan balik ke pengojek tradisional (pangkalan). Tapi ternyata "pasar ojek pangkalan mulai menghilang". Lho kok bisa? dengan pemberitaan ojek online besar-besaran yang diikuti persaingan Grab Bike dan Go-Jek besar-besaran juga maka segera menciptakan "pasar ojek online yang besar pula". Pada kondisi ini maka pengojek online tidak ada pilihan untuk terus dikategori itu dan tidak balik ke pengojek pangkalan.
Jadi seperti kesimpulan paling atas di paragraf pertama itulah yang akan terjadi. Saudara kembar atau kompetitor kembar yang ada di Alfamaret dan Indomaret adalah fenomena yang sama-sama akan terjadi antara Grab Bike dan Go-Jek, yaitu pada akhirnya perusahaan ojek online ini "akan berbagi kue pasar" dan mereka tetap hidup. Setelah pasar jenuh, penulis yakin kedua perusahaan ojek online ini "akan menerapkan tarif normal", semisal per km Rp 2.500 dengan bagi hasil Rp 2.000 untuk pengojek online dan Rp 500 untuk perusahaan ojek online. Jika setiap hari ada 500.000 transaksi ojek online maka pendapatannya adalah Rp 2.500.000.000 yang jika kembali pada uraian di atas market share Go-Jek sekitar 60% maka akan peroleh Rp 1,8 miliar per hari dan sisanya untuk Grab bike. Pendapatan Pengojek jika rata-rata dapat 5 penumpang dengan variasi jarak maka pendapatannya berkisar Rp 100.000 per hari sd Rp 250.000 per hari. Artinya pada saat pasar jenuh maka pendapatan pengojek online "sekuat-kuatnya bekerja" tidak akan tembus angka Rp 7,5 juta dan bisa saja pendapatannya hanya Rp 3 juta per bulan. Artinya masa "bulan madu pengojek online" berakhir.
Pada kondisi ini Grab Bike dan Go-Jek seolah-olah akan berbagi pasar dan hanya sekali-sekali mencoba "mencubit kompetitornya" yang jika nanti dibalas kompetitornya maka cubitannya akan dihentikan. Baca berita di sini. Artinya, suatu saat Grab Bike dan Go-Jek akan berbagi pasar.
Â
Persaingan berikutnya adalah "Ojek Online" versus "City Kurir"
Setelah ojek pangkalan KO dan pasar jasa antar penumpang "transport" sudah jenuh, maka jasa antar dokumen akan menjadi sasaran lanjutan untuk digarap lebih serius agar "Grab Bike dan Go-Jek" dapat terus menambah pundi-pundi pemasukannya. Namun tentu "city kurir" beda dengan "Ojek Tradisional". Tunggu ulasan berikutnya ya.....
Â