Apalagi belum ada audit kinerja PLTU hasil program 10.000 MW, sehingga belum diketahui publik berapa utilisasi setiap PLTU?. Jika belum ada audit kinerja, sebenarnya tidak perlu pusing-pusing juga, karena jika "dilakukan perkawinan proyek 35.000 MW dgn sistem pembelian listrik" sudah menyelesaikan masalah.
Pertarungan Supply Chain Management
Diera bisnis saat ini, pertarungan yang terjadi jika teknologi sama adalah seberapa handal "sistem logistik" yang dimiliki suatu perusahaan. Semakin besar nilai barang, akan semakin besar nilai efisiensi yang akan diperoleh. Maka proyek 35.000 MW akan menawarkan "efisiensi raksasa" yang bisa diperoleh oleh para kontraktor. Jadi, mengapa Pemerintah masih harus menanggung kerugian atau memperbanyak keuntungan kontraktor. Jadi sudah mestinya sistem proyek 35.000 MW tidak seperti proyek 10.000 MW, tetapi Pemerintah ambil keuntungan/manfaat dari proyek 35.000 MW dengan ubah sistemnya.
Proyek 35.000 MW juga bisa jadi "power house" untuk tumbuhkan industri penunjang kelistrikan di Indonesia. Ini jadi pekerjaan rumah tambahan Pemerintah, agar kue pembangunan juga menetes pada pengusaha nasional. Ternyata banyak opportunity yang bisa dikembangkan melalui proyek raksasa yang dilaksanakan Pemerintah Jokowi-JK. Ayooo...kita jadikan Indonesia lebih baik lagi dan wariskan sistem yang baik untuk anak cucu kita dimasa depan. Jangan bebani anak cucu kita dengan hutang yang semakin menggunung.
Merdeka!!!....
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI