Barangkali di kota-kota tidak akan menemukan kejadian seperti yang akan saya ceritakan. Masih ingat sewaktu di kost dulu, tiap hari raya Qurban, bagaimana daging pembagian dari masjid, serasa berlimpah ruah. Menyenangkan.
Mungkinkah di daerah lain ada yang sampai bahkan tidak ada yang berqurban?
Kejadian ini sudah beberapa tahun berselang. Saya ceritakan lagi, siapa tahu menggugah sedikit kepedulian, sesama umat Islam. Tanpa dibatasi sekat-sekat yang memprihatinkan, atas faham, aliran, maupun pengikut ajaran yang bagaimana.
Waktu itu pas setelah sholat Id, saya mengantar tiga kambing qurban ke masjid yang lebih pelosok. Beberapa yang lain sudah diantar kemarin. Karena ada susulan dan perubahan koordinasi, beberapa kambing diantar pada hari raya itu.
Hari masih terhitung pagi. Sebelum mencapai masjid yang menjadi tujuan antaran, melewati sebuah masjid juga. Sepi terlihat. Oh, mungkin menyembelihnya tidak di sekitar masjid.
Tapi hati serasa tidak nyaman. Kebetulan setelah masjid sepi tadi, ada warung. Berhenti sejenak, beli permen, sekalian nanya.
Informasi pemilik warung, memang di masjid tadi tidak ada yang berqurban. Lho?
Terserah mau dibilang sok peduli, atau apapun juga. Saya berhasil bertemu dengan salah seorang pengurus masjid. Akhirnya, tanpa seijin dan pemberitahuan "ketua panitia" yang kambingnya saya antar, salah satu dari tiga kambing itu, saya turunkan agar dijadikan hewan qurban di masjid yang sepi meskipun hari raya.
Duh, mengagetkan. Entah bagaimana cara memberitakan. Sejenak kambing belum lama diturunkan dari kendaraan, tiba-tiba banyak anak kecil berdatangan. Ada juga yang bersorak: "Hore, ada qurban."
Menyaksikan ungkapan kegembiraan. Keceriaan anak-anak karena ada hewan qurban. Serasa ingin ketiga-tiganya saya turunkan di situ. Ah, tapi mengingat juga pada masjid yang dituju, umat sekitarnya cukup banyak, tapi maaf, termasuk langganan tidak ada yang berqurban. Niat itu saya urungkan.
Maklumlah, saya cukup mengenal daerah-daerah itu. Walaupun sekarang ada juga yang berqurban, yaitu pengurus masjidnya. Namun saya paham betul, sampai seberapa penghasilan dan tanggung jawab rumah tangganya, masih juga menyisihkan dana ditabung, untuk membeli seekor kambing qurban. Mungkin tuntutan perasaan juga.
Berqurban memang lebih pada kesadaran bagi yang mampu. Lanjut lagi, ternyata perlu kepedulian juga pada sesama umat Islam dalam menjalankannya. Yang mana bisa terjadi di suatu tempat berlimpah hewan qurban, tapi banyak tempat yang lain, bahkan sama sekali tidak ada yang berqurban.
Mungkin, hanya mungkin, jika didistribusikan di tempat-tempat sepi yang bukan asalnya pemberi hewan qurban, namanya memang tidak dikenal. Mungkin kurang wah apabila namanya tidak disebutkan di tempat yang orang-orang pada mengenal. Lhah? Lalu kemana perginya keikhlasan.
Saya sama sekali tidak akan menilai. Namun benar-benar bisa kejadian, sebelumnya mohon maaf, di sebuah komunitas dengan siswa ribuan pun, kelakon tidak ada hewan qurban. Sehingga menggugah kepedulian, sampai mengirim dari tempat yang berpuluh-puluh kilometer jauhnya. Suasana menjadi hidup dan ceria. Para siswa dan masyarakat sekitar pun menikmatinya.
Sungguh saya tidak akan menilai apapun fenomena itu.
Selanjutnya, mungkinkah diperlukan pendirian pusat pemberitaan khusus hewan qurban? Sehingga daging pesta hari raya ini bisa terdistribusi dengan merata?
Katakanlah barangkali ada yang tidak memperbolehkan pengajuan proposal-proposal permintaan bantuan hewan qurban, ke masjid-masjid yang besar dengan hewan qurban yang berlimpah, seolah seperti meminta-minta. Namun pemberitahuan dengan diadakannya pusat informasi, saya kira perlu. Atau malah sudah ada?? Dimana??
Dengan adanya pusat informasi, jika tidak terkendala permintaan pemilik hewan qurban yang mengharuskan pelaksanaan di tempatnya sendiri, maka akan bisa didata. Mana yang berlebih, dan mana yang bahkan tidak ada sama sekali. Diukur juga dengan berapa jumlah yang akan menerima pembagian jatah daging qurban.
Demikian, semoga makin menebalkan keikhlasan, untuk didistribusi pada saudara-saudara muslim lain yang lebih membutuhkan.
al faqir ilaihi ta'ala . . m. 'arief b.