Beruntunglah saya registrasi di sini di Kompasiana. Baru terbuka mata saya, betapa hebatnya para penulis di Kompasiana dengan berbagai profesi yang saya yakin mumpuni di bidangnya. Walaupun terbuka juga tema tulisan di luar profesi, tentu tergantung pada interest, wawasan, hobi, serta pengalaman.
Kemudian sering merasa betapa kecil diri ini dengan keterbatasan wawasan dan profesi kenapa ikut-ikutan "nggaya" berani latihan menulis di Kompasiana.
Ya, saya hanya ingin bisa menulis bagus biarpun masih belepotan dan rasanya masih juga jauh dari harapan. Semoga tetap bisa menjaga semangat dan tidak putus asa.
Tentu pada akhirnya kembali pada be yourself, jadilah dirimu sendiri. Tapi apa salahnya mengagumi tubuh tulisan penulis-penulis hebat, siapa tau bisa sedikit kecipratan kemampuan menulisnya.
Berlatih dan terus berlatih. Akan selalu saya usahakan. Biarpun kadang menulisnya mencari kesempatan duduk sebentar di saat menata telur puyuh. Atau ketika sedang memberi pakan. Kemudian disimpan di dalam draft. Untuk nanti siap publish.
Sebenar-benarnya saya memang peternak puyuh. Tidak punya profesi lain. Tapi saya berusaha menghargai profesi lain. Seperti halnya saat saya makan nasi, saya ingat ada jerih payah petani di setiap butirnya.
Jika saya sedang membaca berita, terbayang di belakang kata demi kata ada wartawan yang keras bekerja.
Dalam aktivitas menulis dan membaca, masih terngiang-ngiang bagaimana bapak ibu guru dengan sabarnya membimbing mengenalkan huruf demi huruf sampai saya paham.
Yang jelas, beberapa hari di Kompasiana, rasanya saya tergembleng oleh suhu-suhu dalam bidang tulis menulis. Langsung tidak langsung, sengaja tidak sengaja, tulisan beliau-beliau Kompasioner telah mengajari saya : begini lho kalau menulis.
Walaupun tetap semuanya kembali pada diri sendiri. Mampu atau tidak menyerap pelajaran dari beliau-beliau.
Mudah-mudahan sedikit waktu di Kompasiana ini memberi banyak bekal untuk bisa saya bawa kembali ke gubuk derita yang telah saya huni bertahun-tahun. Semoga ada peningkatan. Lantainya yang tanah, bisa saya ganti dengan ubin biarpun ubin kasar. Dindingnya yang bambu akan saya rehab minimalnya cukup pakai batako dulu.
Hanya terima kasih yang bisa saya ucapkan kepada semua Kompasioner, sembari membaca tulisan-tulisan yang bersliweran, kemudian berusaha mengapung dan berdecak kagum : duh... tulisan ini bagus sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H