Mohon tunggu...
Arief Machmudy
Arief Machmudy Mohon Tunggu... lainnya -

I'm just simple man.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Simbol Status

15 Februari 2013   08:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:16 5159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Simbol status adalah tanda-tanda tertentu yang membedakan seseorang dengan orang lain. Bentuknya dapat bermacam-macam, bisa berbentuk mobil, rumah, arloji, sepatu, dan sebagainya, juga bisa dilihat ciri-cirinya misalnya dari pergaulan sosial, cara berpakaian, cara mengisi waktu luang/rekreasi, dan lainnya yang dianggap mengandung nilai prestise tertentu menurut anggapan banyak orang.

Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam status/kedudukan, yang pertama adalah “ascribed status”, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Status atau kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran, misalnya kedudukan anak seorang bangsawan/ningrat adalah bangsawan/ningrat pula. Menurut Soekanto (1990), pada umumnya “ascribed status” dijumpai pada masyarakat-masyarakat dengan sistem lapisan tertutup, misalnya masyarakat feodal, atau masyarakat dimana sistem lapisan tergantung perbedaan rasial. Kemudian yang kedua, “achieved status”, adalah kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran. Akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang dapat menjadi polisi atau tentara asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Kadang-kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu “assigned status” yang merupakan kedudukan yang diberikan. Assigned status sering mempunyai hubungan yang erat dengan achieved status. Artinya suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang berjasa, yang telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Akan tetapi terkadang kedudukan tersebut diberikan karena seseorang telah lama menduduki suatu kepangkatan tertentu, misalnya seorang Pegawai Negeri seharusnya naik pangkat secara regular, setelah menduduki kepangkatan yang lama, selama jangka waktu tertentu.

Apa yang dianggap simbol status pada masyarakat di suatu lingkungan tertentu tidak selalu sama pada masyarakat di lingkungan yang lainnya. Simbol status ini dapat berubah-ubah sebagaimana halnya dengan gaya pakaian atau tipe mobil. Setiap orang, khususnya anak muda sekarang, umumnya tahu betul simbol status apa yang paling dihargai oleh masyarakat di lingkungannya. Jika mobil merupakan simbol status utama bagi remaja, maka rumah mungkin adalah pemilikan yang paling penting bagi orang dewasa muda. Bagi orang yang lebih tua, rumah akan dinilai dari segi kenyamanannya, tetapi bagi mereka yang masih muda, rumah menentukan prestisenya di mata orang lain. Menurut Packard (Hurlock, 1996) bahwa salah satu sebab mengapa rumah menggantikan mobil sebagai simbol status favorit adalah karena rumah dapat menjadi tempat untuk memamerkan “budaya”. Di dalam rumah orang dapat memamerkan barang-barang antik, kristal, buku-buku bersampul kulit, piringan hitam dan klasik, dan lukisan-lukisan. Mobil tentu saja tidak dapat dijadikan pameran seperti itu. Oleh karena benda-benda ini dipandang sebagai bukti keberhasilan ekonomi, maka tak heran jika sebagian besar orang ingin segera menanjak dalam kariernya dengan harapan segera dapat memiliki benda-benda yang akan menyatakan tingginya status seseorang itu.

Chin-Ning Chu (1991) mengatakan bahwa bangsa Asia sangat terobsesi dengan simbol status: pakaian rancangan desainer ternama, mobil mewah buatan Jerman, keanggotaan di klub eksklusif, perhiasan-perhiasan mahal. Dalam kartu nama bisnis di Asia, biasanya tercantum sejumlah gelar dan sejumlah organisasi bergengsi di samping nama, nama perusahaan dan kedudukannya di perusahaan tersebut. Pernah dijumpai ada kartu nama seorang presiden direktur sebuah perusahaan besar yang bergerak dalam bidang produksi makanan. Di bagian depan kartunya tercantum lima gelar dan di bagian belakang tercantum 32 lagi. Ini bukan merupakan contoh selera murahan dari orang kaya baru, melainkan telah menjadi kebiasaan dan diterima oleh orang-orang Asia untuk menunjukkan, jika perlu membesar-besarkan, kekayaan dan kedudukan yang dimilikinya.

Memamerkan hal yang serupa juga umum terjadi di Barat; namun, mereka yang melakukan hal tersebut biasanya dianggap kampungan, setidaknya jika seseorang mencoba memamerkan kekayaan dan kedudukannya. Malahan, jika meminjam istilahnya William Ogburn (1964), sesuatu sikap yang "over-acting" dianggap sebagai "keterbelakangan budaya" (cultural lag).

Nah, lalu bagaimanakah kira-kira simbol status Anda ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun