Yang kasat mata adalah Felipe Massa, true leader yang menenggelamkan rekannya yang seorang juara dunia. Tentu kondisi ini masih bisa berbalik kalau Kimi bisa keluar dari jerat bad performance-nya.
Tapi tentu ada juga kisah heboh Kimi yang kian terlihat jauh dari bisa mempertahankan gelar juara dunianya. Lalu ada juga kehebatan lain pada diri Sebastian Vettel. Anak muda Jerman yang kini jadi dambaan baru setelah pelan-pelan mereka bisa lepas dari sang superstar, Michael Schumacher. Terakhir, tentu sirkuit Valencia dengan segala permasalahannya.
MASSA
Bagi seorang pembalap, satu bad race harus segera dihapus oleh satu good race pada kesempatan terdekat. Kebetulan Massa kerap menghadapi hal itu. Dia dikritik habis gara-gara tampil buruk di Australia dan lebih buruk lagi di Malaysia pada dua balapan awal musim ini.
Namun ia segera menjawab kritikan itu dengan menang di Bahrain, seri setelah Malaysia. Meskipun gagal karena kesalahan sendiri di Aussie dan Malaysia, ia bisa menebusnya dengan hebat. Kegagalan di GP Hongaria akibat kerusakan mesin juga bisa ditebus. Ambisinya sama, satu bad race harus segera ditebus oleh good race.
Dan itulah yang terjadi. Massa benar-benar untouchable di Valencia. Kalaupun Lewis Hamilton tidak sedang dalam kondisi gak enak badan (dia mengaku lehernya pegal-pegal dan nyaris tak ikut lomba), saya pikir dia pun akan kewalahan meladeni Massa di Valencia. Bahkan Kimi yang biasanya membuat fastest lap kini tak mampu juga. Semua disabet Massa, pole position, win, fastest lap (FL). Mau apa lagi? Itulah idaman semua pembalap untuk suatu race.
Dari 12 race yang sudah digelar, ternyata baru empat orang yang mampu membuat FL dalam lomba. Mereka adalah Kimi (7 kali), Heikki Kovalainen (McLaren, 2), Nick Heidfeld (BMW, 2), dan Massa (1). Yang unik, dari semua pencetak FL itu Massa adalah satu-satunya pembalap yang menggunakan nomor genap (2) di mana yang lain ganjil (Kimi 1, Heikki 23, dan Nick 3).
Satu insiden yang menimpa Massa selepas pit stop kedua, di mana ia nyaris bertabrakan dengan Adrian Sutil amat disayangkan terjadi. Ferrari sebagai satu-satunya tim yang tak menggunakan jasa lollipop man (pemberi aba-aba selama pit stop) dengan menggunakan lampu isyarat sebagai pengganti, punya sedikit andil.
Tujuan menggunakan lollipop man atau lampu isyarat yang diletakkan persis di atas pandangan pembalap pada "box" tempat pit stop, sama saja. Bedanya, kalau lollipop man masih bisa melihat kondisi sekitar pit lane, apakah ada potensi bahaya atau tidak bila mobil diizinkan jalan, maka lampu isyarat jelas tidak bisa.
Lampu ini tak punya mata dan walau dikontrol oleh manusia, tetap saja bekerja secara otomatis. Makanya wajar bila Massa yang ingin keluar dari pit merasa tidak bersalah. Wong proses pit stop-nya secara normal sudah selesai kok, dan sang lampu bilang silakan jalan.
Massa berkilah semestinya Sutil yang mengalah karena statusnya sebagai pembalap yang di-overlap (sudah tertinggal 1 lap) dan Massa pemimpin lomba. Tapi, dengan kondisi pit lane yang sempit dan mobil masih diizinkan melaju pada kecepatan maksimal 80 km/jam, tentu bukan perkara mau mengalah atau tidak.
Apalagi pandangan pun terbatas karena biasanya posisi pembalap di pit lane itu bukan depan-belakang, tapi sejajar sehingga tak terlihat dari kaca spion.