Polisi di Indonesia dimulai dari pembentukan Polisi Desa sejak zaman Hindia Belanda. Polisi Desa itulah yang menjadi tulang punggung kolonial menjaga keamanan masyarakat di tingkat paling bawah, yaitu desa.Â
Marieke Bloembergen dalam Polisi Zaman Hindia Belanda menceritakan bahwa Pada Abad ke 19, pemerintah kolonial, dalam ini orang Eropa tidak ikut campur soal keamanan dan konflik masyarakat desa. Kepala desa yang terpilih, bersama dengan pengurus desa, dan masyarakat, menyelesaikan sendiri sengketa di antara mereka, mengelola pajak desa, dan memonopoli kepolisian desa.Â
Polisi Desa ini beranggotakan seluruh laki-laki dewasa di desa. Kepala desa melibatkan semua masyarakat untuk menjaga keamanan wilayah. Tanggung jawab keamanan lingkungan berada pada pihak pribumi tanpa campur tangan orang eropa.Â
Polisi Desa melaksanakan tugas bergilir. Mereka menempati gardu-gardu yang ada di dalam desa, dan sepanjang jalan antara desa.Â
Untuk menjaga keamanan desa, mereka melaksanakan patroli atau ronda. Mereka berkeliling desa  atau di wilayah antara desa.Â
Kondisi seperti ini masih kita temui di desa-desa khususnya di desa yang jauh dari kota. Warga kampung lebih aktif untuk patroli dibanding dengan polisi saat ini.Â
Polisi Desa ini dibekali dengan kentongan dari bambu. Seperti yang saat ini ada, kentongan itu adalah penanda dan panggilan yang digunakan oleh Polisi Desa.Â
Ronda ini dijalankan oleh warga secara sukarela. Keberhasilan pelaksanaan ronda tergantung pada kepemimpinan lokal. Â Marieke Bloembergen menyebut sistem ini tidak efektif untuk menjaga keamanan.Â
Namun, pada akhir abad ke-19, dan awal abad ke-20, terjadi banyaknya tindak kriminal, dan kegagalan kepala desa menciptakan pemeliharaan keamanan wilayah. Pemeliharaan yang buruk membuat pemerintah kolonial Hindia Belanda mereorganisasi sistem kepolisian.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H