Bulan Juni ini Cuaca Kota Medan sangat terik, bahkan di radio saya mendengar suhu Kota Medan mencapai 37' celcius yang katanya terpanas dalam 35 tahun terakhir. Panasnya cuaca siang itu membuat aku tidur-tiduran di lantai keramik rumah agar dinginnya lantai bisa membuat adem badanku. Sambil bercerita dengan ibuku yang sibuk mondar mandir memasak, aku mengeluhkan listrik yang tiba-tiba mati. "Paling cuma sebentar, biasanya ga lama kalo mati lampu," kata Ibuku sambil menggoreng ikan. Sambil memikirkan lampu yang mati ini kapan hidupnya, sayup-sayup terdengar suara terompet kalo ga jualan roti, jualan bakso atau Tape biasanya. "Mak, itu tape ya??" tanyaku. "Iya, beli lah kalo mau," kata ibu ku. Aku langsung menjerit "Taapeee." Sambil berlari keluar aku terus berteriak "Taapeee...tapeeeee." Ternyata penjual tape itu tidak mendengar suaraku. aku masuk kedalam rumah sambil mengeluh. "Paling masih kebawah tunggu aja, biasanya dia kalo lewat rumah kita selalu towet...towet," kata Ibuku menghibur sambil menirukan suara terompet penjual tape. Udah lama juga aku tidak makan tape, sudah lama hampir 3 tahun kayaknya. Semenjak aku kuliah di Jakarta aku tidak pernah makan tape. Bukannya tidak ada yang menjual, tapi disini yang ada tape ubi, mana ukurannya besar-besar lagi. kalo yang ubi aku kurang suka, aku lebih suka yang dibuat dari pulut. Suara itu terdengar lagi, aku langsung berteriak," Taapppee...Taapppeee!!" sambil lari keluar rumah. "Mana yang jual tapenya??" tanyaku sambil melihat kanan-kiri jalan. Tiba-tiba dari sebuah gang muncul sepeda motor yang membawa keranjang yang digantung di sebelah kanan dan kirinya.  Dia menghampiriku, "tapenya bang," sambutku. "Berapaan harganya satu bang??" tanyaku. "Lima ratus satu." "Dua ribu lima ya??" tawar ibuku. "ya udah bu, gapapa." "Kasi tape pulutnya dua ribu ya, yang ubi kalo ada yang harga seribu satu." kata ibuku "Tambah tape pulutnya dua ribu lagi bang biar pas lima ribu."tambahku. Kubawa bungkusan tape itu kedalam rumah, langsung aku buka bungksan tape yang terbuat dari daun pisang itu. "Hmmm, lezat sekali rasanya." gumamku dalam hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H