Saat ini anak-anak sekolah dengan cara pembelajaran Jarak Jauh. Mereka  belajar di rumah dengan memakai seragam seperti biasa namun tidak bertatap muka secara langsung dengan gurunya. Terlihat modern dan keren. Namun sebetulnya menyedihan. Kuota internet jelas sebagai kendala utamanya.
Karena tidak semua orang tua murid ini mampu untuk membeli pulsa. Gadged belum tentu punya, HP apalagi laptop computer karena sebetulnya kita masih banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan. Suatu kenyataan yang bisa  diakali dengan gotong royong seharusnya.
Seharusnya para pemerintah daerah memberikan lokasi dan tempat agar para siswa yang tidak punya kuota internet dan hp bisa belajar. Tidak harus berkumpul dalam satu kelas. Minimal satu tempat yang diawasi oleh orang dewasa yang bisa dijadikan panutan. Jangan berharap pada pengusaha nasional untuk memberikan kuota internet gratis. Â Â
Belajar dengan sistem jarak jauh bagi anak-anak SD terasa  menakutkan, karena ibunya yang biasanya sayang pada anaknya menjadi super galak. Tanduknya akan keluar begitu melihat anaknya tertidur saat belajar. Tangan akan bicara jika sang anak terlihat salah menjawab soal matematika yang dianggap mudah baginya.
Cerita horror ini biasa saya jumpai di sekitar rumah. Belajar dirumah bukan masalah fasilitas saja tetapi juga karena tidak semua orang tua mempunya kompetensi untuk mengajar materi pelajaran.
Di tengah berita-berita pandemi  yang menyedihkan ada berita gembira dari Jawa Barat. Kabarnya datang untuk warga Jawa Barat dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam akun istagramnya.
Rencana sang gubernur adalah pendidikan akan dibuka di 257 kecamatan di zona hijau, yaitu zona yang tidak pernah ada kasus covid dari awal wabah ini menyebar sampai sekarang. Suatu keputusan yang berani dan tegas.Â
Jika protocol kesehatan terpenuhi, pendidikan tatap muka ini akan dimulai secepatnya hari Senin depan. Berkumpul dan belajar bersama ternyata suatu yang berharga dan dirindukan oleh anak-anak kita.
Namun pendidikan ini hanya akan dimulai oleh para siswa level SMA/SMK dengan alasan mereka sudah dewasa dan bisa diatur. Nanti jika tidak ada maslah selama 14 hari baru level SMP. Â Demikian juga mekanisme pembelajarannya akan dirubah. Jumlah kelas akan disesuaikan dengan aturan social distancing. Dimana isi kelas jadi 50% dan masuk hanya Senin dan Rabu, atau Kamis dan Sabtu.
Namun bagi siswa yang berdomisili di daerah  non hijau belum diizinkan bersekolah. Pencegahan masih harus dilakukan, karena resikonya jelas.