Berkat media sosial, kita berkenalan dengan orang-orang yang sedang berdiri di puncak karir. Lebih dari itu, media sosial juga memungkinkan kita melihat kehidupan mereka dari hari ke hari. Memuaskan dahaga visual akan potret ideal dalam menapaki jenjang karir.
Uniknya, narasi yang berkembang seputar dunia karir selalu sama. Bahwa kalau orang lain bisa, berarti kamu juga bisa. Kalau tidak percaya, cek saja lini masa seputar karir di Instagram, Twitter, atau LinkedIn.
Masalahnya, semakin melihat kehidupan mereka yang melejit karirnya, justru tidak membuat diri kita tersemangati. Yang muncul malahan penginsafan diri atas ketidak-beruntungan atau ketidak-kompetenan yang dititipkan Tuhan sebagai bentuk cobaan. Inilah sindrom perbandingan karir.
Sindrom perbandingan karir merupakan salah satu bentuk gangguan perbandingan obsesif (obsessive comparison disorder) dalam teori perbandingan sosial. Sindrom ini membuat para penderitanya terjebak dalam siklus membandingkan, lalu putus asa ketika melihat orang lain memiliki apa yang tidak ia punya.
Dalam konteks karir, sindrom ini kerap muncul ketika kita melihat orang lain lebih baik pekerjaannya. Bisa karena nominal upah yang lebih besar, lingkungan yang lebih nyaman, kesesuaian dengan bidang pendidikan, penghargaan yang baru didapat, atau apa saja yang terlihat lebih membahagiakan.
Objeknya pun tak harus orang tak dikenal yang sudah sukses di usia muda. Rekan satu almamater juga bisa menjadi penyebabnya. Apalagi bagi para fresh graduate yang tak kunjung mendapat panggilan kerja. Rasanya, kok teman yang itu beruntung sekali ya habis lulus bisa langsung bekerja?
Karenanya, mari mempelajari sindrom yang satu ini. Mulai dari tanda-tandanya, hingga bagaimana cara mengatasinya jika sindrom tersebut mulai menggerogoti diri kita.
Gejala Sindrom Perbandingan Karir
Gejala utama dari sindrom perbandingan karir ialah merasa bahwa orang lain memiliki karir yang lebih sukses. Rasa-rasanya ada ketidakadilan yang membuat mereka lebih sukses daripada kamu.
Sindrom ini juga memiliki gejala iri hati ketika kamu melihat foto kesuksesan temanmu di media sosial. Anehnya, kamu tetap mengecek kiriman terbaru dari teman tersebut meskipun selalu dihinggapi iri. Just like you were addicted.
Semakin rutin kamu melihat hal tersebut, kamu akan semakin membandingkanmu hidupmu dengan hidup mereka. Akhirnya muncul gejala yang lebih parah, yakni merasa gelisah, sulit tidur, dan berujung pada depresi.