Kesalahan mendasar saat kita mencoba memahami budaya bangsa lain adalah dengan streotip. Stereotip cenderung membuat kita enggan membuka pikiran lain. Tapi bukannya kita selalu menerima kesan awal dengan informasi stereotip tersebut dan itu yang membuat perbedaan budaya antar belahan dunia ini lebih berkesan?
Tak terasa sudah setahun lebih saya tinggal di pulau Geoje, Korea Selatan. Paparan berikut memang subyektif. Semula saya beranggapan kehidupan di pulai ini lebih menampakkan aslinya budaya orang Korea dibandingkan kehidupan di kota besar seperti Seoul yang mungkin lebih terpapar pengaruh budaya luar. Asumsi awal sedikit meleset karena ternyata sebagian besar penduduk pulau Geoje adalah pendatang dari daratan utama Korea.
Sepertinya setiap ada sesi perkenalan dengan budaya Korea, pertunjukan Nanta menjadi menu wajib tontonan. Sama hal yang saya alami di waktu setelah sekian minggu bergabung dengan salah satu perusahaan shipyard disini. Kami dikumpulkan untuk mengikuti seminar sehari dengan penutup Nanta show. Setidaknya ada tiga hal yang dapat diambil sebagai kesan setelah menontonnya. Kesan yang ingin diperlihatkan sebagai ciri bangsa Korea yaitu energik, dinamis dan fun.
[caption caption="illustrasi dari traveljapanblog dot com"][/caption]
Energik sudah bukan sesuatu yang perlu ditanyakan jika kita berinteraksi dengan mereka, bangsa Korea. Nanta show yang saya tonton adalah versi singkatnya, setengah jam saja, tapi aura energik pemain sangat terasa. Dalam keseharian, saya masih angkat topi untuk mereka dalam hal ini. Semua hal dikerjakan dengan cepat walau mungkin bagi saya terlihat cenderung buru-buru. Energi mereka seakan tidak ada habisnya. Sempat kepikiran kapan mereka melakukan sesuatu dengan santai. Cara mereka berjalan hingga makan siang di kantin kantor semua dilakukan buru-buru. Saya dapatkan juga ternyata salah satu value di perusahaan ini adalah "Palli-Palli" yang bisa diartikan ayo kerjakan cepat-cepat.
Dan ternyata juga hal ini bukan di perkantoran saja, di luar itu juga sama halnya. Kasir toko, pelayan restoran, teknisi panggilan ke rumah berlaku sama. Bahkan pengantar delivery makanan bermotor, mereka sangat menghayati konsep ini. Sehingga mereka sebenarnya pelaku lalu lintas yang perlu diwaspadai selevel dengan kelakuan motor dan bajai di Jakarta. Akhirnya saya baru menemukan salah satu hal yang dilakukan bangsa Korea dengan santai yaitu saat liburan. Maksudnya saat seperti di pantai, mereka bisa berlaku santai berlama-lama melamun melihat laut atau membaca buku di dalam tenda yang didirikan di tepian pantai.
Dinamis, hal ini saya pahami sebagai kemauan bangsa Korea membuka diri untuk cara modern dicampur dengan tradisi mereka sendiri. Semula saat saya datang kesini, tidak berharap akan bisa sering ngopi-ngopi seperti halnya di Jakarta. Saya membayangkan mereka akan senang minum teh. Ternyata saya salah, budaya ngopi sangat menjadi trend disini. Bukan saja banyaknya cafe kopi di jalan tapi budaya ngopi terasa di dalam lingkungan perkantoran. Tiap meeting kecil, mereka selalu mulai dengan ambil gelas kertas dan kopi bubuk. Mereka biasa minum kopi saja tanpa gula atau krimer. Setiap ada tamu vendor atau sub-kontraktor selalu diajak ambil minum kopi dulu. Sehabis penat meeting mereka akan ajak saya hirup udara luar, tentunya sambil nongkrong dekat mesin vending kopi. Ya, tentunya dilakukan dengan buru-buru.
Selain itu, ternyata mereka senang lakukan perubahan struktur organisasi dalam waktu relatif singkat. Dalam setahun ini saja, atasan saya sudah berganti tiga kali. Setidaknya dinamisnya mereka yang berdampak ke saya adalah berubahnya lokasi tempat duduk di kantor. Rekor pribadi sudah mencapai tiga kali dalam setahun bekerja disini.
Fun, mungkin ini agak susah dijumpai dalam dunia perkantoran. Karena saat bekerja, bangsa Korea selalu tekun melakukannya atau setidaknya berkesan demikian. Akan tetapi yang saya amati satu hal penting dalam sesi perkenalan adalah menyebutkan hobi masing-masing. Ya, mereka akan selalu menanyakan apa hobi kita dan bersemangat jika ternyata sama. Saya duga hobi adalah keseimbangan penting disamping bekerja, sebagaimana ajaran konfusianisme yang mereka anut. Tetapi yang tampak jelas, senangnya mengadakan dinner party selepas jam kantor. Mungkin ini bisa dianggap sisi fun mereka. Setidaknya hampir tiap bulan sekali. Ada saja alasan mereka lakukan pesta makan malam, hingga salah satunya yaitu menyambut datangnya musim semi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI