Mohon tunggu...
Arief Ikhsanudin
Arief Ikhsanudin Mohon Tunggu... -

salam kenal semuanya.... aku hanya orang biasa yang kebetulan sedang belajar menulis..... selamat menikmati tulisan saya,,,,, Tulisan juga ada di Blog saya. http://diatastanah.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Teater Kampus, Peletup Gerakan Mahasiswa

22 April 2014   04:50 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:22 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku merasa menjadi orang aneh dalam diskusi Forum Hijaiyah, dengan tema Aksiologi Teater dalam pancaroba politik.  Aneh  karena harus menjadi Moderator.  Aku bukanlah pegiat teater. Aku hanya penikmat dan penonton sejati. Orang yang sering meninggalkan forum apresiasi karena sadar tak mengerti.  Ditambah mayoritas peserta adalah para pegiat teater kampus.  Mampuslah diriku karena akan dianggap sok tahu.

Setidaknya aku tidak terlihat buruk.  Sedikit bekal tentang gambaran  teater, karena sering melihat pentas teater kampus menjadi bekal pembukaan diskusi.  Selanjutnya,  keanehan yang aku cipta akan terlipat oleh sosok pembicara.  Sosok Kang Anang Fahmi adalah pusat jalannya diskusi.  Selama kuliah di habiskan  menjadi pegiat teater Si Anak, membentuk Komunitas Teater Bak.  Berkomunikasi, bahkan berjejaring dengan Teater Koma dan Bekel Seni adalah modal besar, penanda kehebatan dirinya.

Ia menyampaikan Materi yang sederhada, tapi mempu memberikan pengertian tentang teater kampus.  Aku belajar banyak dari materi yang disampaikan.   Dalam tulisan ini, aku menuliskan beberapa hal yang aku tanggap saat duduk di sampingnya.

Secara dasar, Teater kampus haruslah mengangkat masalah sosial sebagai ide atau dasar pertunjukan yang ia tampilkan.  Jika tidak begitu, tidak ada bedanya Teater Kampus dengan sinetron.  Jika serupamaka  tak ada  lagi semangat juang.  Hanya sebatas komersial untuk menghasilkan keuntungan dari penjualan tiket.  Sangat disayangkan jika teater tak lagi menanggap keadaan.

Seperti kata-kata yang diulang oleh Si Anak dalam teatrikal sebelum Diskusi.  “Lihat, Dengar, Rasakan.”  Maka, gunakan indra untuk merasakan sebuah keadaan yang tak adil. Realitas yang tak berpihak pada rakyat kecil.

Keberpihakan harus tetap ditampilakan.  Teater bukanlah sebatas pertunjukan dengan batas panggung.  Ia adalah alat perubahan.  Bukan mejadi hal terpisah, apalagi masabodo dengan keadaan di luar panggung.

Sedikit melihat kebelakang, saat represifitas dan ketegangan dengan penguasa orde baru.  Bukan bermaksud bernostalgia tapi sebagai penjelasan yang paling mudah. Kang Anang Fami cerita bahwa teater adalah awal mula gerakan di Purwokerto waktu itu. Teatrikal adalah penyempurna demonstrasi. Gerakan mahasiswa saat itu berasal dari Rahim Teater Kampus.

Teater memberi keindakan demonstrasi.  Di tengah keriuhan, tetaer tidak menimbulkan kericuhan. Cerita penindasan sangat indah disampaikan.  Orang lebih tergerak dengan puisi daripada orasi berisi caci maki.  Keseraman demonstrasi bisa teratasi.

Beda dulu beda sekarang.  Realitas terus bergerak sesuai dengan jaman.  Tak mungkin pula mahasiswa sekarang berteriak turunkan Orba.  Namun ada ketertindasan yang sama, walau dengan pelaku yang berbeda.  Ada masalah di depan gerbang Utama kampus Unsoed.  Sebuah pusat konsumerisme akan berdiri.  Purwokerto City Walk.  Itulah sebutan untuk temapat supermegah itu.

Sepertinya unsoed adalah unversitas pertama dimana tempat berbelanja persis di depan perguruan tinggi.  Perputaran uang yang besar membuat etika dan peraturan tak lagi menjadi soal.  Dimana ada gula disana ada semut. Itulah ungkapan khas agar semua dianggap wajar.

Besar harapanku agar kawan-kawan pegiat teater menyoalkan masalah itu.  Seperti yang sudah tertulis, teater punya kekuatan untuk menjadi peletup gerakan, terutama gerakan mahasiswa.  Lebih dari itu, teater bisa menggerakan masyarakat.  Seperti perumpamaan dari Kang Anang Fahmi, “Teater tidak boleh menjadi menara gading. Ia harus menjadi menara api yang membakar sekitarnya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun