Baru saja membuka mata yang masih sepat di pagi yang dingin di Den Haag, saya langsung saja meluncur membuka lid layar laptop saya dan menuju ke beberapa media elektronik untuk membaca berita. Kebiasaan yang sudah saya lama saya lakukan terutama saat menginjakkan bangku kuliah. Bedanya dulu, saya hanya membaca koran secara bergantian dengan saudara-saudara saya, sekarang saya lebih memanfaatkan fasilitas teknologi yang saya miliki, juga akses internet kecepatan tinggi yang disediakan oleh kampus saya.
Ok kembali lanjut, biasa, hal2 yang saya baca pertama tentu yang muncul di HeadLine. Mengapa? Karena seluruh isu yang menghangat di tanah air tentu dirangkum dalam beberapa list khusus. Isinya-pun macam-macam, tidak hanya tentang artis macam Syahrini yang sedang mempopulerkan kata-kata baru yang aneh bin ajaib misal 'sesuatu'???? WT*, soal gadget misal perseteruan antara Samsung dan Apple, dan tentu saja Politik. Ada 2 hal yang menarik perhatian saya pagi ini, yang pertama soal Dahlan Iskan (DIS) yang konon mangkir dari panggilan DPR yang sedang getol untuk meminta penjelasan dari temuan BPK senilai Rp 37 triliun. Dikatakan pada saat itu DIS sedang berada di luar kota untuk menghadiri acara khusus yang tidak mungkin ditinggalkan, lagian pada saat itu juga masa reses-nya DPR. Berita kedua tentang Joko Widodo (Jokowi) yang sedang getol-getolnya kunjungan lapangan untuk melihat kondisi nyata dan mendapatkan masukan untuk mempertajam program kerja dia kedepan. Tentu saja yang sedang digetolkan soal reformasi birokrasi seperti disiplin PNS atas jam masuk kerja dan juga pelayanan satu atap yang masih berantakan dari sisi bukan hanya pelayanan, tetapi juga birokrasinya. Saya coba mengikuti link berita yang ada sampai muncul berita tentang sindiran sebagian kalangan (sebut saja DPRD) tentang kegiatan yang dilakukan oleh Jokowi hanya pencitraan.
Sekedar brainstorming di pagi hari saya. Kedua tokoh ini sama-sama dicintai oleh mayoritas masyarakat Indonesia (meski beberapa tentu saja juga ada yang tidak suka) karena gebrakan barunya yang lebih memilih untuk terjun langsung ke lapangan untuk mencari akar permasalahan sendiri dan dengan mata kepala sendiri, tidak hanya berdasar pada laporan diatas meja. Keuntungannya tentu saja eksekusi solusi bisa langsung didapat dan diteruskan pada pihak terkait, juga memangkas alur birokrasi, biaya dan waktu untuk rapat (karena tentu saja rapat langsung di tempat). Banyak sekali hal positif yang bisa didapat dan efeknya bisa dirasakan oleh masyarakat kebanyakan dengan segera. Sayangnya, beberapa pihak justru menyatakan hal sebaliknya, yaitu tudingan pencitraan dan juga jalan-jalan/pelesir. Yang menuding, yahh… you know what laah (sudah disebutkan diatas).
Kesimpulan yang saya dapat, namanya orang mau berbenah tentu ada yang tidak suka. Siapa yang tidak suka? yang merasa jatah, kue, kursi, kenyamanan, atau pamornya direbut. Kalau semua sudah tertata dan birokrasi sudah semakin modern, tentu oknum-oknum itu yang paling direpotkan. Syukurnya ada peran kontrol media sekarang, jadi kalau ada hal positif kita bisa segera tau, dan jika itu negatif kita bisa mengingatkan. Sedangkan kalau yang positif itu dijegal, tentu kita akan mengumpat. Yah, jangan sampai kasus 1998 terulang saja, karena kejengahan mahasiswa atas kebobrokan sistem demokrasi orde baru.
Selamat pagi dan salam.
Den Haag, 10.00 CET
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H