Mohon tunggu...
@Arie
@Arie Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang mau berfikir luar biasa. that is

Orang biasa, yang mau berfikir luar biasa. Hobi menulis sejak remaja, sayangnya baru ketemu Kompasiana. Humanis, Humoris, Optimis. Menjalani hidup apa ada nya.@ Selalu Bersyukur . Mencintai NKRI. " Salam Satu Negeri,!!" MERDEKA,!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan Tua di Pulau Rempang

21 September 2023   18:13 Diperbarui: 21 September 2023   18:20 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Perempuan tua di Kampung tua

Nenek itu duduk di teras rumahnya yang ber atap seng, berdinding papan, seluas ukuran 6 x 12 m, di bibir pantai menghadap Selat Malaka dengan wajah muram. Debur  ombak dan  suara burung laut  tak lagi indah di telinganya. Hamparan pasir putih yang berkilauan diterpa matahari jam 10 pagi, sudah tak lagi mampu menggugah senyum di pipi keriput nya. 

Nenek memang tinggal sendiri, sejak anak perempuan nya menikah dan pindah ke Tanjung Pinang, ikut suami nya dulu. Sekarang putrinya itu sudah meninggal. Suami si nenek sudah lama meninggal, makam nya di dekat rumah, tak berapa jauh dari tempat itu. 

Tempat dimana si Nenek tinggal katanya akan dikosongkan dan di relokasi ke rumah susun di kota. Ada proyek besar penguasa yang akan menanam modal disana. Katanya si pengusaha meminta pengosongan lahan secepatnya dari sang penguasa. 

Si nenek yang sudah renta bingung, apa yang akan dikerjakan nya nanti? Bagaimana ia akan turun naik tangga rumah susun yang katanya akan ditinggali? Bagaimana ia akan menziarahi makam suaminya setiap pagi? Bagaimana ia akan mencari penghasilan yang selama ini diperoleh dari budi daya rumput laut yang tak seberapa itu. 


 Lamunan si Nenek tiba- tiba buyar, ketika sebuah mobil mewah memasuki pekarangan rumah nya.

 Seorang pejabat parlente turun dari mobil dikawal 2 bodiguard kekar dan seorang wanita cantik, sekretaris si pejabat tadi.

"Ibu hari ini tanggal 28 September, tenggat akhir ibu harus teken surat ini, atau kami buldozer rumah ini rata dengan tanah!" kata si pejabat.

 Si Nenek tua menatap dalam wajah sang pejabat, lalu perlahan meneteskan air mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun