TRUE Story : Â Dari Kisah, Kusujudkan Cintaku di Mesjid Sultan
Bab.XII.hal.5 #, Ku temukan Mutiara Yang Hilang
Jakarta,: Â Tahun dua ribu sebelas
"- Untuk mengobati kerindua nya , di baca nya surat ku yang dulu ku kirimkan. Hurup demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat. Setelah itu , surat itu kembali di lipat nya semula, : Â Di simpan nya dengan cucuran air mata,"!,- ( PROLOGH)
====================================================
Hari ini, aku agak malas bangun. Setelah sholat subuh tadi, aku kembali tidur lagi. Kulihat jam tangan sudah pukul sebelas siang. Perutku terasa mulai lapar. Setelah mandi dan berpakaian, aku keluar dari kamar, membeli segelas  kopi dan beberapa biji kue di Dunkins Donat, mampir ke Indomaret buat beli rokok dan keperluan kecil lain nya. Â
Aku langsung kembali ke kamar ku, dan mengunci pintu nya. Kuhirup kopi panas Dunkins Donut, dan ku lahap sebiji roti coklat kacang kegemaran ku. Perut ku terasa hangat. Ku sulut sebatang rokok, dan ku sedot dalam-dalam. Ahkkk, nikmaat, terasa dunia begitu lapang.
Iseng ku pencet tombol panggilan mencoba menghubungi Dia yang ada di seberang  sana.
"Haloo, Salam alaikum,!" Sapa ku.
"Kom salam, Â ape cerite?" tanya nya.
"Tak ade, pengen nelfon jak, ndak ganggu ke,?" tanya ku. Â ,- age dimane nih?, Â lanjut ku.
"Di rumah, baru habis masak, nunggu anak-anak balek sekolah, bentar age," kata nya.
"ooh, Â berape anak Ente?, laki berape , perempuan berape,?" Â lanjut aku bertanya. Dia diam sejenak kemudian menjawab, :" Dua gak, yang besar laki laki udah kelas tige SMA, yang kecil baru kelas tige SMP,!"
"Alhamdulillah,!" sahut ku.  Kami kemudian bertukar cerita kesana kemari, tentang segala  hal yang telah di lalui selama ini.Â
Di sela --sela pembicaraan aku bertanya,;
" Dari mane dapat nomor ana?,"
Dia diam sejenak, kemudian menjawab, :
"Cobe Ente ingat, Ente ngasi nomor ke siape  yang kontak Ente di FB, ?" dia balik bertanya.
Aku coba mengingat satu persatu dan, memang, aku pernah memberikan nomor ku kepada teman ku dulu. Teman Ku  semasa SD  yang , mungkin mengenal nya, karena satu wilayah Kelurahan dengan nya?
"Ente  kemane sekitar tahun sembilan puluhan?", tanya nya.
 "Ana berangkat ke Jawe,!" jawab ku.
"Ooooh, Pantaslah,!" jawab nya lirih.
Terdengar ada semacam nada penyesalan mendalam di situ.
"Ngape?,; aku balik bertanya. Ingin tahu lebih jauh, apa yang di maksudkan dengan kalimat,: "Pantaslah"
Dia kemudian mulai bercerita, ;
Bahwa sekitar tahun delapan puluhan akhir, selesai SMA, dia langsung bekerja, membantu ekonomi orang tua nya, mendukung pendidikan adik nya. Berangkat jam tujuh pagi, pulang jam tujuh malam. Tak ada waktu tersisa untuk kegiatan lain. Di rumah Dia langsung tidur.Â
Itu berjalan sekitar lima  tahun, sampai adik nya lulus SMA, dan Dia mulai  bisa berfikir untuk hidup nya.  Sekitar pertengahan  tahun  sembilan  puluhan. Hasil perjuangan nya mulai nampak. Ekonomi keluarga nya mulai stabil, dan dia bisa menabung untuk keperluan nya sendiri.Â
Dia membeli sebuah rumah, sebagai cadangan jika nanti ketika menikah dan membina rumah tangga nya. Kadang dia berupaya mencari info tentang keberadaan ku, dengan cara sembunyi-sembunyi, lewat teman -- teman ku, yang juga menjadi teman nya. Tapi mereka tak banyak tahu dimana  aku berada.  Â