“ … Ikan dan udang menghampiri dirimu
Orang bilang tanah kita ,tanah surga
Nelayan ,petambak miskin konglomerat tambah kaya…”
Mungkin lirik lagu itu memang perlu sedikit dirubah ketika kita melihat sebagian kondisi perikanan di tanah air kita yang benar benar mengenaskan akhir-akhir ini.
Ada sebuah kasus yang jarang sekali diketahui oleh publik akhir-akhir ini yakni tentang tambak udang terbesar diasia tenggara yang terletak di ujung utara provinsi lampung. Tambak udang yang semula dimiliki oleh konglomerat sjamsul nursalim ini tercatat pernah memberikan sumbangsih devisa pada negara sebesar 167 juta US$ namun karna manajemen perusahaan yang tidak transparan akhirnya konflik horizontal menjadi titik akhir hubungan kemitraan inti –plasma yang ada.
Saat ini seluruh aset tambak udang tersebut dimiliki oleh konglomerat asal thailand yang memang menguasai hampir seluruh usaha budidaya udang skala besar di indonesia. PT CPP yang menjadi perpanjangan tangan dari charoen pokhand thailand mengubah nama aset milik gajah tunggal group ini menjadi PT ARUNA WIJAYA SAKTI
Proyek revitalisasi tambak udang terbesar di indonesia dan target Menteri Kelautan dan Perikanan ( peningkatan produksi sebesar 353% di tahun 2014) yang akhir-akhir ini menjadi sebuah topik pembicaraan yang populer di dunia perikanan indonesia tak ubah sepertiseperti khayalan pengemis yang menjadi raja, pasalnya realita dari kondisi terakhir proyek revitalisasi di bumi dipasena sangat jauh dari apa yang diharapkan.
Masih banyak sekali petakan tambak yang belum tersentuh oleh proyek revitalisasi, dan hingga tulisan ini diturunkan, tidak ditemui adanya kegiatan perbaikan yang dilakukan secara serius oleh pihak perusahaan. Indikasi Upaya penutupan informasi kepada pihak pemerintah oleh pihak perusahaan pun sering kali dilakukan. Lokasi geografis dari areal pertambakan yang memang terbilang sulit untuk ditempuh melalui jalur darat menjadi salah satu penyebab tertutupnya akses media untuk mempublikasikan keadaan yang sebenarnya.
Sebuah contoh mungkin yang perlu kita cermati bersama tentang surat bupati tulang bawang kepada pemerintah RI yang jelas – jelas menunjukkan bahwa PT CPP dianggap tidak mampu meneruskan proyek revitalisasi hingga saat ini belum mendapat tanggapan yang jelas, beberapa waktu kemudian pihak manajemen PT CPP mengundang bupati tulang bawang ini untuk meninjau kembali kondisi lapangan dengan mengarahkan rombongan ke satu dari dua setengah wilayah yang memang sudah di revitalisasi untuk melihat proses panen dengan hasil memuaskan, yang memang sudah diprediksi oleh divisi aquaculture PT AWSberdasarkan monitoring harian yang dibuat oleh petambaknya bahwa tambak tersebut memang akan menghasilkan tonase yang tinggi. Sementara lima setengah wilayah lainnya yang belum tersentuh proyek revitalisasi tidak dilirik sama sekali.
Sementara upaya-upaya lain adalah dengan jalan mengkriminalisasi LSM yang memperjuangkan kesejahteraan petambak, sungguh suatu hal yang ironis untuk realita sebuah negeri yang dengan bangga menyebut dirinya sebagai negara maritim.
[caption id="" align="alignnone" width="498" caption="pameran kesedihan"][/caption]
Hal menarik lainnya adalah INDO AQUA 2010 yang dilaksanakan di hotel NOVOTEL Lampung september silam, seminar, pameran dan temu bisnis yang merupakan ajang Inovatif danpromosi intensif bagi industri sarana produksi perikanan budidaya ini dibarengi dengan unjuk rasa dua ribu petambak yang menuntut revitalisasi yang tidak berjalan. Dua ribu petambak yang tidur dilapangan kantor DPRD lampung ini berangkat mengendarai sepeda motor dari bumi dipasena sebagai wakil dari tujuh ribu petambak yang tidak mungkin hadir semua karna keterbatasan ongkos dan kendaraan.
Udang yang merupakan salah satu primadona export perikanan di negeri ini ternyata memiliki masalah complek yang memerlukan perhatian lebih dari semua intansi terkait di pemerintahan dan masyarakat agar setidaknya target dan kebanggan kita sebagai negara maritim bukan hanya sekedar dongeng dan khayalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H