Mohon tunggu...
Aridha Prassetya
Aridha Prassetya Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati Masalah Ketidakbahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengapa Saya Gemar Bilang VOTED?

29 September 2012   00:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:31 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hmm..menulis kata “bilang”, pasti diferotes oleh guru Bahasa Indonesia, tapi biarlah. Dimana lagi bisa saya menulis sebebas ini, kalau bukan di sini. Sedang di sana, sudah cukup melelahkan dengan hal-hal berbau formal ilmiah. Jadi mohon dibiarkan saja satu-dua jenak, saya membebaskan segala pikiran yang saya punya di sini, di kompasiana.

Kata VOTED, yang saya sertakan dalam setiap komen, artinya “sudah diberikan vote”. Nah, duduklah yang tenang dan indah. Mari kita bicara mengapa saya gemar bilang VOTED.

Adalah Mbak Gana, kompasianer perempuan tinggal di Jerman, jago HL, sekaligus jago Terekomendasi (TA). Ia yang mengajarkan saya bagaimana cara menghargai setiap gagasan. Mbak Gana, memang tidak secara langsung menyuruh saya harus begini atau begitu. Saya cukup memperhatikan tingkah lakunya saja. Bayangan saya, mbak Gana itu seperti Mantili, adik dari Brama Kumbara dalam cerita Sandiwara radio jaman dulu kala (Tutur Tinular).

Pertama kali Mbak Gana membaca tulisan saya, lalu komen dan akhirnya memberikan vote, saya merasa ada sesuatu. Ini perempuan, heboh, ramah, unik dan baik hati. Diam-diam saya menyontek dan mengadopsi pribadi baiknya. Saya meramu dengan cara saya, menyesuaikan dengan pribadi saya.

Hadiah vote dari Mbak Gana, sungguh luar biasa dampaknya pada saya. Ia mengandung daya motivasi yang hebat. Meskipun itu hanyalah vote. Saya kemudian berpikir. Jika saya bahagia diberi hadiah sebuah vote, maka apakah yang lain juga demikian? Saya lantas coba-coba. Siapa tahu mereka juga bahagia. Sebab setiap manusia punya rasa.

Saya mulai membubuhkan kata voted, pada penutup salam saya. Benar saja, tak satupun yang menolak. Mereka berterima kasih. Mereka “terlihat” bahagia.

Pesan kebahagiaan itu membantu saya merasakan kebahagiaan hati siapapun yang mendapat kiriman hadiah dari saya. Meski hadiah itu hanyalah berupa VOTE.

Sejak itu, saya berlatih secara terus menerus, agar saya menjadi terbiasa mengerti, bagaimana menghargai suatu karya dan pengorbanan.

VOTE, hanya itu yang mampu saya berikan. Hanya itu yang mampu saya hadiahkan kepada setiap sahabat kompasianer yang sudah meluangkan waktunya untuk menulis. Untuk semua yang sudah meluangkan waktu, energi, kesempatan, pikiran dan pengalaman untuk berbagi.

Hingga saat ini, hanya VOTE yang bisa saya kirimkan. Untuk semua penulis yang tidak pernah lelah mencerahi saya, setiap hari, setiap jam, setiap menit setiap detik.

Jika saja bahagian ilmu mereka itu dijual pada saya, pasti sudah berapa harga yang harus saya bayar. Siapapun yang bersedia tidak menyembunyikan ilmu dan pengetahuannya, apalagi membaginya secara gratis, ia pastilah orang baik (menurut saya).

Itulah alasan mengapa saya harus menghargai kebaikan hatinya. Itulah mengapa saya merasa harus selalu memberikan vote. Karena memang hanya itu yang mampu saya berikan. Itupun hasil dikasih oleh admin. Saya sendiri tidak mampu membuat vote. Saya hanya meneruskan saja dan menghargai kerja admin yang sudah menyediakan pilihan-pilihan yang semuanya baik.

Admin juga baik hati. Mereka memberi pilihan-pilihan yang semuanya baik, aktual, inspiratif, bermanfaat dan menarik. Itu artinya, admin mengajak kita semua untuk belajar menghargai dan bukan mencela. Saya membayangkan bila admin memberi pilihan vote “jelek” atau “tidak penting” atau “pamer/promosi diri”. Pastilah jadi rame pertengkaran di jagad Kompasiana ini. Wong tidak ada pilihan buruk saja, sesekali masih saling ejek dan olok, apalagi kalau tulisannya diberi vote “jelek”, “tidak penting” dan “promosi diri”, seperti di “keraton tetangga”.

Lalu mengapa saya tidak selalu memberikan komen pada setiap tulisan yang saya kunjungi? Ada beberapa kemungkinan:

Pertama, mungkin saya tidak mengerti apa yang sudah ditulis, sehingga takut salah-salah kalau maksa berpendapat. (saya tidak pandai bicara cerpen, puisi, politik, hukum, agama, dan pendidikan yang ndakik-ndakik/ilmu tingkat tinggi, dan juga teori-teori ilmu tingkat tinggi)

Ke dua, mungkin lepas membaca dan mengerti, saya hanya butuh tersenyum (karena lucu) atau mungkin saya hanya butuh meneteskan air mata saja (karena manfaat yang terlalu dalam dari tulisan yang saya baca)

Ke tiga, mungkin juga saya sedang malu. Khususnya, terjadi pada tulisan soal sex. Sebab, saya masih Jawa lama. Masih malu-malu bicara sex. “Saru” (kata orang Jawa, hehehe...)

Untuk ketiga kemungkinan tersebut, kendati saya tidak meninggalkan komen, vote saya sudah cukup mewakili keadaan hati saya. Keadaan hati saya pasti sedang ingin menilai aktual, inspiratif, bermanfaat dan menarik. Bagaimana dengan Anda?

Jika boleh saya kampanye usai hiruk pikuk pilkada DKI, maka saya ingin mengajak setiap pembaca untuk memberikan vote pada setiap artikel yang dibaca. Sebab itu adalah cara paling mudah menghargai karya orang lain.

Terima kasih sudah membaca. Terima kasih Allah SWT. Terima kasih kepada Mbak Gana dan seribu lebih kawan penulis yang tidak pernah lelah menginspirasi dunia. Salam bahagia dan terus berkarya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun