Mohon tunggu...
Aridha Prassetya
Aridha Prassetya Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati Masalah Ketidakbahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Manajemen Diri yang Terpuruk

8 April 2012   12:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:52 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Untuk keindahan dunia, aku menanam pohon keindahan setiap pagi”

(Aridha Prassetya)

Seperti biasanya, saya hanya ingin menulis sesuatu yang sederhana. Sudah cukup lama saya memilih hidup sederhana dan menyukai kesederhanaan dalam keseharian. Utamanya dalam dalam hal berpikir (apalagi menulis). Sederhana itu nikmat dan menyehatkan.

Tulisan ini, kebetulan sekali,terinspirasi oleh kegelisahan dua sahabat, yang merasa hidupnya terpuruk.

“Ridha, saya ini lelaki gagal…”, demikian keluh salah satunya. Ia berkisah tentang kebangkrutan bisnis dan kegagalan rumah tangganya. Istrinya mengaku tidak lagi bahagia dan meminta cerai darinya.

Pada hari lain, sahabat perempuan berkisah. Rumah tangga yang dibina dengan niat baik, kini hancur berkeping. Saya tidak mendramatisir ceritanya. Begitulah caranya bercerita. Sayapun sempat membayangkan seperti apa ujud rumah tangga yang hancur berkeping-keping itu. Suaminya lebih memilih perempuan lain. Ia bingung sebab selama ini hidupnya sangat tergantung sang suami. Ia sangat menyesal, mengapa ia yang sarjana, tidak pernah bekerja sebelumnya. Ia sungguh tidak siap dengan kehancuran yang tiba-tiba. Ia terpuruk.

Persoalan kedua sahabat ini sesungguhnya adalah persoalan biasa. Bisa menimpa siapa saja. Saya tidak ingin bicara faktor penyebab. Itu sudah berlalu. Saya hanya ingin berbagi ilmu manajemen praktis, bagaimana menyederhanakan pikiran dan tindakan, setelah semua berlalu.

Kesederhanaan berpikir dan bertindak, memang sering dianggap remeh dan kecil, namun tidak mudah dipraktikkan. Mempraktikkan kesederhanaan berpikir dan bertindak, memerlukan kebesaran jiwa. Praktik kesederhanaan memerlukan kesediaan seseorang untuk membungkuk, berjongkok dan sedikit “merendah”kan dirinya. Tidak mudah dilakukan oleh mereka yang gemar menjajar dan membanggakan gelarnya.

Inilah kesederhanaan berpikir dan bertindak, sebuah langkah manajemen praktis, yang ingin saya bagikan kepada siapapun yang sedang terpuruk dan sangat ingin keluar dari kesulitan. Yang merasa dirinya paling menderita diantara semua yang menderita. Yang merasa paling tidak bahagia diantara semua yang sedang tidak bahagia,

Pertama,

Ambillah buku baru yang masih kosong. Pada halaman pertama, tulislah sebuah kalimat “Masa lalu telah pergi”. Tutup, simpan dan tidurlah! Buka keesokan paginya. Baca keras-keras tulisan pada halaman pertama “Masa lalu telah pergi”.

Lalu perhatikan halaman-halaman berikutnya. Masih putih, masih bersih, masih kosong, bukan? Nah, bebaskan diri mengisi halaman-halaman kosong dengan rencana-rencana bermanfaat. Buat rencana kegiatan bermanfaat untuk masa sekarang dan yang akan datang. Sebab “Masa lalu telah pergi”.

Ke dua,

Jangan lagi menjalani hidup berdasarkan pengharapan orang lain. Banyak kegagalan disebabkan karena kita hidup berdasarkan keinginan orang lain. Banyak keterpurukan terjadi karena kita jadikan tujuan orang lain adalah tujuan kita. Kita lebih suka hidup dalam pikiran dan pengharapan orang lain.

Jadilah diri sendiri dan percayai diri sendiri. Jika kita tidak bersedia memercayai diri kita sendiri, lalu siapa sebaiknya?

Ke tiga,

Kurangi berpikir kompleks. Bila perlu, berhenti berpikir kompleks. Saya sudah pernah merasakan betapa tidak bergunanya berpikir kompleks. Maka sejak saat itu, saya memilih menjadi perempuan yang anti kompleksitas. Bagi saya kompleksitas adalah bibit penyakit. Makin hari makin bertambah saja jumlah orang-orang yang gemar berpikir dan berbicara kompleks. Mereka yang gemar berpikir kompleks suka sekali membuat hal-hal yang mestinya sederhana menjadi rumit (terkesan rumit). Dan lebih jauh, kekacauan hari ini pun gara-gara kompleksitas hasil kerja orang-orang kompleks.

Ke empat,

Peluklah kehidupan. Yang mati, ia tidak memberi hidup. Kehidupan itu menghidupi. Maka apapun yang diberikan kehidupan, terimalah dengan lapang dada. Agar energi kehidupan mampu membantu kita untuk membuat kehidupan yang lebih baru.

Ke lima,

Maafkan yang bersalah. Mungkin kegagalan dan keterpurukan kita disebabkan oleh orang-orang yang kita cintai. Namun hanya dengan memaafkan, kita bisa memulai yang baru. Jika Anda masih menyimpan dendam, sakit hati, kebencian dan kemarahan, bacalah kalimat yang pernah Anda tulis pada halaman pertama buku baru Anda. “Masa lalu telah pergi”. Jika belum mampu memaafkan, itu berarti Anda masih berada pada buku lama.

Ke enam,

Tanamlah pohon kebaikan dan keindahan setiap hari. Karma senantiasa berlaku. Siapa menabur ia menuai. Siapa menanam ia memetik. Sebagian orang yang tidak suka menggunakan kata karma, mereka menggunakan istilah lain, yaitu “hukum sebab-akibat” atau “hukum alam”. Intinya sama.

Laksanakan dengan penuh ketekunan, rencana-rencana bermanfaat yang sudah Anda tulis pada halaman dua dan seterusnya pada buku baru Anda. Penuh ketekunan adalah pelajaran paling sulit dalam kehidupan. Banyak orang menyerah di tengah jalan. Tetapi Anda, saya yakin, adalah pribadi yang penuh ketekunan untuk mencapai keberhasilan.



Salam bahagia penuh karya!

Also inspired by Richard Webster on Seven Secrets to Success

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun