"...saya lulusan PTN ternama. Menurut saya, yang tidak sanggup bikin paper, mendingan ngga usah jadi sarjana deh...mereka memang tidak layak menyandang gelar sarjana...."
Statement itu dikemukakan pada diskusi soal publikasi karya ilmiah, oleh seorang sarjana, alumni PTN ternama. Tidak sedikit pula, pendapat yang senada.
Saya bekerja pada PTS, yang sehari-harinya berhadapan dengan para mahasiswa yang hanya karena kuliah sambil bekerja, maka selalu disinisi soal kualitasnya. Namun bagi saya tidak demikian. Yang di hadapan saya adalah contoh manusia berkualitas. Mereka sudah "berprestasi" di kantornya. Mereka orang-orang gigih (ulet) yang patut saya contoh. Usia mereka berkisar antara 27-37 tahun. Tentu saja, lebih banyak mereka sudah berkeluarga.
Mereka yang tidak bisa membuat paper, dengan penuh sabar dan keriangan, saya ajarkan bagaimana cara membuat paper. Mereka boleh membawa masuk ke kelas, kasus-kasus yang dihadapi dalam pekerjaan. Saya bawa mereka mengenal bagaimana teori dapat berkontribusi menyelesaikan masalah di tempat kerja. Bukan menyuruh mereka keluar dari kelas pembelajaran. Apalagi melarang mereka untuk menjadi sarjana, hanya karena urusan paper/karya ilmiah.
Pada kuliah perdana, selalu saya bertanya mengapa baru sekarang mereka kuliah. Inilah pengakuan mereka,
Dulu orang tua mereka tidak memiliki dana untuk kuliah. Terpaksa harus bekerja. Namun di kemudian hari, ketika mereka dinilai layak untuk naik karir, syarat yang ternyata belum dipenuhi adalah ijasah sarjana. Jika itu tak dipenuhi maka mereka terhambat karirnya, meskipun instansi/perusahaan menilai mereka berprestasi.
Saya yakin, tak ada atasan yang ingin menaikkan karir anak buah yang tak punya potensi/prestasi. Oleh karenanya, manakala posisi level tertentu mensyaratkan dijabat oleh sarjana, maka atasan yang baik, pasti mendorong bawahannya agar mengambil kesempatan tersebut. Agar mereka mendapat penghidupan yang lebih layak, Atasan yang baik, ia memberi kesempatan seluas-luasnya kepada bawahannya untuk maju dan "naik karir".
Inilah kurang lebih kalimat yang dikatakan atasan kepada bawahan dalam situasi seperti itu:
"Mengapa tidak mencoba kuliah? Ambillah kuliah di PTS saja..., yang memungkinkan untuk tetap bekerja, selama menempuh kuliah, kan ada PTS yang ia juga membuka kelas sore/malam...? Kuliahlah, agar bisa mengambil peluang itu...!".
Faktanya, seluruh lapisan instansi/organisasi/departemen di negeri ini, telah banyak dibantu oleh PTS dalam upaya "mensarjanakan" karyawan yang belum sarjana.
Mereka, para karyawan yang telah berhasil disarjanakan oleh PTS antara lain adalah karyawan Instansi pemerintah, para guru (negeri/Swasta), Tata Usaha, Administrasi, karyawan swasta, karyawan PTS, karyawan PTN sendiri, karyawan DIKTI, karyawan Kopertis, karyawan Perpustakaan, karyawan dunia Perbankan, karyawan Koperasi, karyawan perusahaan leasing, karyawan kantor Pengadilan Negeri, karyawan Kejaksaan, Angkatan Laut, Kepolisian, Dinas Pendidikan, Depag, karyawan Rumah Sakit (Daerah/Swasta), dan lain-lain hingga karyawan Media.