Mohon tunggu...
Aridha Prassetya
Aridha Prassetya Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati Masalah Ketidakbahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Arimbi, Ve dan Saya dalam Dialog tentang Buruh

28 November 2012   11:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:33 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini hanya dialog. Dialog antara saya dan Venus, merespon "PR" yang diberikan oleh sahabat kami Arimbi Bimoseno, pada sebuah sore. Saya biasa memanggilnya mbak Rimb.

Arimbi :

“Bayangkan seandainya semua orang di dunia ini jadi pengusaha, terus siapa pegawainya? Atau semua orang jadi pegawai, siapa bosnya? Apa mungkin? Jadi memang semua sudah diatur dan dirancang sedemikian rupa rapinya sehingga sistem kehidupan ini berjalan.”

Saya:

“Apalagi kalau semua jadi penulis, siapa yang jadi pembaca dan kritikus...?”

Ve:

“…dan bolehkah kita meminta untuk memilih menjadi bos atau penulis ??”

Saya:

“Pertanyaan cerdaz, Ve! Dulu kupikir aku kesasar kerja beginian... Setelah dihayati, baru tahu kalau ini adalah "tugas mulia". Dalam bahasa lain adalah "panggilan". Jadi bagi yang masih tersiksa duduk dimana pun, boleh jadi ia tidak mendengar panggilan. Atau bukan di situ panggilan dia, silakan dicari suara panggilan…”

Ve:

“Sistaku Aridha Prassetya, hmm .. dan mungkin sampai saat ini pun saya masih mencari suara panggilan-pangggilan yang makin menggema itu. Tapi semakin aku cari, semakin gaungnya membuatku bingung, mungkin baiknya duduk saja disini, dan menikmatinya .. Selamat atas segala pencapaianya sistaku, you deserve it! I am proud menjadi pembaca setiamu, salaam terbaik dan penuh kasih

Saya:

“…Ya Ve, tanpa diam para buruh tidak akan mengerti bahwa mereka sedang diberi amanah untuk ngemong (mengasuh) majikan dan menjadikannya sebagai majikan yang mulia. Seratus buruh "mengasuh" satu majikan. Seharusnya itu jauh lebih mudah, bila mereka bersedia mengerti. Sisi pandang yang umum adalah, bahwa sang majikan diberi tugas mulia untuk menjadikan para buruh, mulia kehidupannya. Padahal yang diberi amanah sesungguhnya bukan hanya majikan, namun juga buruh. Bila terlalu bising, siapa yang mampu mendengar panggilan. Sesekali pandangan boleh dibalik. Bahwa menjadi buruh pun adalah amanah. Setiap orang punya kemungkinan gagal menjalankan amanah.

Ve:

“Oh, sampai disini diskusi kita ternyata ..menjadi buruhpun amanah, oh alangkah indahnya apabila ada pengertian hingga ke level sana ya sistaku Aridha Prassetya .. begitupun sebaliknya, sang majikan pun mengerti dan memahami akan hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang yang termuliakan .. ah entahlah sistaku, sungguh ironi dan ini di luar kepasitas saya…”

Tulisan ini dipersembahkan bagi siapapun yang hati dan pikirannya selalu "kemrungsung" karena ketidakcukupan gaji/honor. Saya tidak sedang menulis apa yang tidak saya alami. Agar hidup tidak "kemrungsung" (ingin marah saja bawaannya) soal ketidakcukupan, hanya dibutuhkan satu hal. Yaitu, kesediaan mengubah sudut pandang.

Sejak saya mengubah sudut pandang bahwa pekerjaan saya bukan diberi oleh atasan, tapi adalah sebuah tugas mulia/amanah..., sebuah kepercayaan dari Allah. Sejak saya bersedia berpikir mengapa saya dikirim ke sini dan bukan ke tempat lain, mengapa saya yang terpilih dikirim ke sini dan bukan orang lain. Sejak itu, saya tidak lagi pernah mengeluh. Saya berubah menjadi sosok yang mencintai pekerjaan saya. Siapa yang tidak bahagia menjadi sosok yang dipercayaiNya? Itulah sebabnya, hingga hari ini, saya terus menerus berupaya mengadakan perbaikan dalam dalam diri saya, agar saya bisa mengerjakan dengan baik pekerjaan saya.Walaupun saya belum mencapai kesempurnaan diri.

Kompensasi hanyalah konsekwensi kepatuhan saja kepada amanah. Bila saya percaya bahwa pemberi pekerjaan adalah DIA dan bukan majikan, maka saya tak harus berpikir bahwa kompensasi, HANYA BISA DATANG DARI MAJIKAN. Kompensasi bisa datang dari arah mana saja, dari sejatinya Sang Pemberi Pekerjaan.

Terima kasih telah membaca. Terima kasih Allah SWT. Terima kasih pada semua yang menginspirasi. Salam bahagia dan terus berkarya!


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun