Mohon tunggu...
Aridha Prassetya
Aridha Prassetya Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati Masalah Ketidakbahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Mawar Hitam" untuk Miranda dan Angie

18 Februari 2012   02:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:31 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedianya, tulisan ini mau diberi judul, “ Karangan Bunga Mawar Hitam untuk Perempuan-Perempuan yang Sudah Berjalan Terlalu Jauh”, namun tidak jadi. Bukan apa-apa, hanya karena khawatir judul menjadi terlalu panjang, maka judul baru itu pun bolehlah.

Beberapa hari belakangan, saya hampir tak bisa menulis apa-apa kecuali satu dua kalimat saja untuk sekedar up date status di face book. Tak ada yang menarik untuk ditulis, sebab sejauh pikiran ini berkelana, yang ada hanya “gelap”.

Saya sedang berduka sebab seluruh sendi negeri ini sedang “sakit”, karena perilaku dan ulah para koruptor yang kian terkuak dan kian pula menjadi-jadi. Mungkin karena saya adalah perempuan, maka saya lebih tertarik untuk memperhatikan perempuan-perempuan yang dituduh dan ditetapkan sebagai tersangka koruptor di negeri ini.

Dulu, jika bicara korupsi, maka benak saya hanya berisi pemikiran bahwa koruptornya pastilah para lelaki. Tetapi makin ke sini, perempuan-perempuan semakin hebat saja bertarung dan bersaing menunjukkan kebolehannya. Perempuan harus sejajar dengan laki-laki. Dan terbuktilah sekarang, apapun yang dulu tidak wajar, sekarang menjadi makin wajar saja dilakukan oleh perempuan, termasuk korupsi.

Miranda, perempuan super cerdas, penyandang gelar paling terhormat dalam dunia kependidikan, yaitu Professor (Guru Besar), pada akhirnya, “tersandung” masalah korupsi juga. Ia “terjatuh” ketika berada pada puncak pestasi yang justru melampaui prestasi laki-laki. Miranda, disamping pengajar, pendidik, ia juga ilmuwan, ia reasercher kelas internasional.

Beberapa waktu lalu saya saksikan ia diwawancara oleh sebuah stasiun televise. Atas penetapan status tersangka dalam kasus cek pelawat, ia berharap tidak ditahan dan berjanji tetap akan kooperatif. Mengapa? Sebab, ia masih ingin mengajar. Ia masih ingin berbagi ilmu kepada para mahasiswa. Ia masih memiliki bimbingan beberapa mahasiswa yang sedang menyelesaikan desertasinya. Ia masih dalam perjalanan kontrak dengan lembaga di luar negeri dalam rangka riset untuk karya ilmiahnya. (Halo pak Nuh..!!! Garis bawahi karya ilmiah tingkat nasional maupun internasional yang dibarengi dengan “prestasi negative” yang mencengangkan ini!)

Miranda mungkin tak menduga bahwa ia dilihat publik sebagai pelaku ‘high crime’ yang canggih. Kejahatan kelas tinggi ini mengundang perhatian masyarakat luas. Sebab ini jelas jenis korupsi yang buas. Dalam posisi sebagai tersangka, Miranda memang tetap bisa mengajar di kampus Universitas Indonesia. Kalau hakim sudah mengetuk palu menyatakan Miranda terbukti korupsi, secara otomatis dia akan diberhentikan atau dipecat dari UI. “Dalam aturan PNS, jika sudah divonis pengadilan, otomatis dia akan diberhentikan. Dia juga tidak akan dapat uang pensiun,” tegas Chief of Staff UI Devie Rahmawati.(http://harianorbit.com/kasus-cek-pelawat-ui-ancam-pecat-miranda-gultom/)

Belum kering gonjang-ganjing Miranda, perempuan bernama Angie, anggota dewan, pejuang kemajuan pendidikan di Indonesia, tersandung kasus yang sama. Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Korupsi Wisma Atlet, persis bersamaan dengan perjuangannya (di Komisi X), yang menggebu-gebu soal bagaimana sebaiknya mendidik bangsa Indonesia ini. Angie adalah pejuang implementasi kebijakan UNAS/UN.

Namun, sebelum diadili atas kasusnya sendiri, ia harus menjadi saksi dalam persidangan Nazaruddin. Hampir 100% pengamat menilai Angie bersaksi palsu. Angie, si pejuang pendidikan itu sudah lebih dulu diponis berbohong oleh masyarakat luas. Hanya pengamat asal kompasiana yang masih memiliki kebaikan hati, mengakhiri tulisan-tulisannya soal Angie dengan “menyerahkan kepada Angie dan kepada Tuhan YME”.

Rasanya, dua perempuan itu sudah cukup bagi saya untuk menjadi materi tulisan hari ini. Saya sekali lagi hanya ingin mengatakan kepada semua perempuan dan semua lelaki yang memiliki perempuan.

“Perempuan-perempuan, jangan terlalu jauh berjalan, jangan terlalu jauh meninggalkan rumah, jangan terlalu jauh dari keluarga dan anak-anak. Apa yang ingin kau cari? Bila tak jelas yang dicari, maka yang didapat hanyalah ‘Karangan Bunga Mawar Hitam’”

Bagaimanapun, saya ikut prihatin atas peristiwa yang menimpa Prof. DR., Miranda Goeltom dan Angelina Sondakh. Semoga kejujuran keduanya di persidangan nanti, dapat membuka borok negeri ini, agar seluruh luka negeri ini segera dapat diobati. Amin.

Salam duka...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun