Dalam tulisan lalu telah disampaikan bahwa setiap jiwa adalah anak Tuhan. Jiwa bukanlah raga, tetapi jiwa adalah sang saya itu sendiri.
Saya adalah jiwa dan raga saya adalah pakaian (kostum) saya. Tubuh saya adalah Kuil tempat saya bersemayam selama kehidupan dalam kelahiran ini. Wujud jiwa (ruh) adalah titik cahaya niskala. Jika sang jiwa tidak sadar bahwa dirinya adalah titik cahaya, maka ia pasti redup, bahkan bisa tenggelam dimakan kegelapan.
Jiwa yang lupa bahwa dirinya adalah titik cahaya, ia lupa menjaga dirinya, ia lupa bahwa dirinya harus tetap bernyala agar tidak tertutup kabut kegelapan yang membuat kerja organ fisiknya menjadi tersandung-sandung.
Sang jiwa adalah aktor saja, sementara badan dan segala atribut yang melekat pada badan hanyalah kostum dan perhiasan yang sifatnya sementara saja.
Sang jiwa adalah lampu penerang yang tinggal dalam Kuil bernama badan. Jika lampu tak dinyalakan, kesadaran diri tak dibangunkan, maka ia lupa perannya sendiri, asyik tersandung-sandung bermain dalam panggung dunia bernama kegelapan.
Bagaimana caranya agar sang jiwa dapat kembali bernyala sehingga tidak tersandung-sandung dalam kegelapan? Meditasi.
Meditasi adalah mengingat kembali siapa sejatinya saya dan lalu merealisasi itu dalam berkehidupan di dunia ini. Jika sang jiwa terbangun, tersadar dan mengingat bahwa dirinya adalah anak Tuhan, maka keillahian/kemuliaan perilakunya akan terjaga. Ia tidak akan mampu melakukan tindakan-tindakan yang mencemarkan nama Sang Ayah/Sang Ibu.
Jika sang jiwa terbangun, sadar dan mengingat bahwa dirinya adalah titk cahaya, maka ia akan menyadari bahwa tugasnya adalah bercahaya. Maka ia akan selalu menghubungkan dirinya dengan Sang Titik Cahaya, Ayahnya. Dengan selalu menyambungkan kabel dirinya dengan Power House, maka ia secara otomatis akan selalu stabil terangnya. Ia tidak mungkin tersandung-sandung dalam memainkan peran dirinya. Ia tidak akan pernah terpukau oleh kostum jiwa lain.
Jika sang jiwa sadar bahwa raganya adalah Kuil tempat ia tinggal dalam kelahiran yang ini, maka ia akan menjaga kesucian dari badan/organ fisiknya. Apa yang masuk dalam mulutnya hanyalah sesuatu yang suci, apa yang keluar dari mulutnya hanyalah kata-kata yang suci dan bermakna. Kata-kata yang ia sampaikan tidak akan melukai atau menyakiti siapapun. Tindakannya, tdak pernah membuat sengsara siapapun. Jika Kuil dijaga kesuciannya, hanya orang-orang yang sudah membersihkan dirinya atau mereka yang punya niat suci yang berani melangkah mendekat kepadanya.
Jika lampu Kuil terus menyala terang, maling (kejahatan), tidak berani masuk. Bahkan vibrasinya yang menyebar ke segala arah, sanggup membatalkan niat-niat yang tidak suci.
Terimakasih sudah membaca. Salam hormat dan semoga seluruh dunia bergerak menuju kedamaian. Â Â